Rabu 11 Jan 2023 18:10 WIB

Jalan DKI akan Berbayar, Ini Kata Warga Bogor

Besaran tarif yang diterapkan di 25 ruas jalan tersebut akan menjadi penentu.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Mansyur Faqih
Sejumlah kendaraan melintasi gerbang Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, jakarta, Selasa (19/11).
Foto: Thoudy Badai
Sejumlah kendaraan melintasi gerbang Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, jakarta, Selasa (19/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sebanyak 25 ruas jalan di DKI Jakarta segera berbayar dalam waktu dekat menggunakan model electronic road pricing (ERP). Kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan ini, mendapat berbagai pertanyaan dari warga Bogor.

Salah seorang di antaranya, yakni warga Kecamatan Semplak, Kabupaten Bogor, bernama Dita (24 tahun) yang bekerja sebagai fotografer persalinan di Jakarta. Menurutnya, kebijakan ini sama halnya seperti penerapan ganjil-genap kendaraan bermotor.

“Menurut aku sih ini nggak akan efektif. Orang yang memang urgensinya tinggi untuk melalui jalan itu, ya akan tetap lewat situ. Pun peraturan jalan berbayar, orang tetap akan lewat dan bayar,” ujarnya ketika diwawancara Republika, Rabu (11/1/2023).

Dita berpendapat, jika tujuannya untuk mengurangi kemacetan dan membiasakan masyarakat menggunakan transportasi umum, butuh waktu lama untuk membentuk budaya tersebut. Sehingga hal tersebut tidak bisa diubah sekejap dengan peraturan yang hanya akan memberatkan pengguna jalan.

“Tapi saya nggak bisa apa-apa selain pada akhirnya 'terima saja'. Orang kalau sudah urgensinya memang lewat situ mau bagaimana lagi,” tuturnya.

Terpisah, warga Cibinong, Kabupaten Bogor, bernama Darristya (26) menilai, besaran tarif yang diterapkan di 25 ruas jalan tersebut akan menjadi penentu apakah kebijakan tersebut efektif atau tidak. Sebab, jika tarif yang diterapkan murah, ia tidak akan merasa keberatan dan tetap melewati jalan tersebut tanpa berpikir panjang.

“Sama aja kayak lewat tol, kan. Efektifnya bukan ngurangin volume kendaraan, tapi buat ngumpulin duit,” ujar Darristya.

Dia menambahkan, jika ingin mengurangi kemacetan sebaiknya kendaraan umum diperbanyak dan diperbaiki. Sehingga masyarakat akan berpindah menggunakan kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi.

“Jalan berbayarnya bikin mahal sekalian, banyakin lagi dah tuh kendaraan umum. Saya pribadi berat atau tidaknya tergantung berapa tarifnya nanti,” ujarnya.

Sementara itu, warga lain dari Cibinong, Kabupaten Bogor, bernama Sandy (27) menilai jalan berbayar untuk kendaraan pribadi ini kurang solutif. Sebab, jalanan merupakan fasilitas masyarakat yang dibayar melalui pajak setiap tahunnya.

Belum lagi, kata dia, jika ada rumah sakit, klinik, atau sekolah di ruas jalan yang akan berbayar nanti. Masyarakat harus berkali-kali bayar untuk melewati jalan tersebut.

“Kadang solusi pakai bayar-bayar gitu bukan sesuatu yang solutif. Toh jalan tol aja kadang lebih macet ketimbang jalan biasa,” ucapnya.

Sebelumnya diketahui, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, mengatakan berdasarkan kajian Pemprov DKI, tarif jalan berbayar di DKI Jakarta akan menyesuaikan dengan tata ruang sekitar.

Mengenai kisaran harga, dia menyebut, memang direncanakan di angka Rp 5 ribu hingga Rp 19 ribu. “Akan ada di antara angka itu,” kata Syafrin.

Berdasarkan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) yang kini dibahas di Badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) ada beberapa jenis kendaraan yang tidak akan dikenakan biaya. Contohnya, sepeda listrik, kendaraan bermotor umum plat kuning, kendaraan dinas selain plat kuning, kendaraan diplomat, ambulans, hingga pemadam kebakaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement