REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sudah sesuai prosedur dan perintah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dari segi prosedur, tidak ada yang salah dari produk hukum itu. Karena perintah dari MK itu memperbaiki," katanya dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis (5/1/2023) malam.
Mantan menteri Hukum dan HAM itu menjelaskan dalam hal memperbaiki, dapat melalui mekanisme DPR atau Presiden mengambil inisiatif atau Presiden yang mengeluarkan perppu.
"Nantinya perppu itu dipertimbangkan oleh DPR, apakah disahkan menjadi Undang-Undang atau tidak," katanya.
MK memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja, cacat secara formil. Lewat Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2021, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dalam dua tahun.
"MK telah menyatakan UU itu inkonstitusional secara bersyarat, tapi tidak dibatalkan. Pemerintah dan DPR diberikan waktu dua tahun untuk memperbaiki prosedur pembentukan terharap UU Cipta Kerja," kata mantan anggota DPR itu.
Menurut Yusril, sebenarnya pemerintah masih punya waktu sampai November 2023. Tetapi, tentu ada pertimbangan spesifik dari pemerintah sehingga menerbitkan perppu.
Secara teoretis murni, menurut dia, bukan merupakan langkah yang tepat. Tetapi kalau melihat kepentingan pemerintah dalam melaksanakan satu kebijakan dan mengantisipasi satu perkembangan, mau tidak mau, pemerintah harus bertindak cepat.
"Kalau saya dalam posisi menjalankan roda pemerintahan, saya tidak memiliki pilihan, memang harus bertindak cepat dan perppu merupakan satu pilihan," katanya menegaskan.
Baca juga : Bivitri: Perppu Cipta Kerja Bentuk Keculasan Pemerintah