REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elektabilitas mantan gubernur DKI Anies Baswedan turun setelah sebelumnya sempat naik. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia.
Pada November 2022, elektabilitas mantan gubernur DKI Jakarta itu berada di angka 32,2 persen. Namun pada Desember menjadi 28,3 persen, turun sekira 3,9 persen.
Pertanyaannya, mengapa elektabilitas Anies bisa turun?
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi melihat adanya pola yang berkaitan antara kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan elektabilitas ketiganya. Khusus untuk Anies, elektabilitasnya akan menurun ketika tren kepuasan Jokowi meningkat.
"Ketika approval Presiden naik di bulan Desember, itu yang meningkat elektabilitasnya yang meningkat itu Ganjar dan Prabowo, yang turun elektabilitasnya Anies, tapi ketika elektabilitas meningkat itu terjadi ketika approval Presiden turun," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers daringnya, Rabu (4/1).
Tren kepuasan publik terhadap Jokowi sendiri mengalami kenaikan dari November ke Desember 2022. Pada November trennya berada di angka 66,2 persen, lalu meningkat menjadi 71,3 persen pada Desember.
Berkaca dari pola tersebut, wajar jika Anies disebut sebagai antitesa dari Jokowi. Sebab saat kepuasan publik terhadap Jokowi mengalami penurunan pada November, elektabilitas Anies justru meningkat hingga 32,2 persen.
"Mereka yang tidak puas terhadap kinerja Pak Jokowi, itu polanya sama dengan tingkat elektabilitas Anies. Artinya, pendukung Pak Prabowo yang kritis itu sudah beralih ke Anies Baswedan," ujar Burhanuddin.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto pun punya pandangan serupa. Ia menilai wajar jika suara Anies Baswedan mengalami penurunan. Karena selama ini, Anies dianggap sebagai antitesa Jokowi.
"Pak Anies Baswedan mengalami penurunan itu juga membuktikan bahwa masyarakat menilai bahwa Pak Anies Baswedan merupakan antitesis dari Presiden Jokowi. Sehingga ketika Pak Jokowi naik, kemudian Anies mengalami penurunan, itu merupakan kognisi masyarakat," ujar Hasto dalam diskusi yang digelar Indikator Politik Indonesia, Rabu (4/1).
Nasdem, sebagai partai yang mengusung bakal calon presiden Anies Baswedan tidak mau mendudukan kandidatnya itu sebagai vis a vis terhadap Joko Widodo. Karena sampai saat ini Nasdem tetap mendukung pemerintahan Jokowi sampai akhir. Meksi, PDIP yang menjadi partai tempat Jokowi berasil ingin agar dua menteri Nasdem 'ditendang' dari kabinet.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Johnny G Plate menilai penurunan lebih masalah internal. Ia beralasan Anies dan partainya memang tak melakukan sosialisasi ke masyarakat pada bulan tersebut.
"Di bulan Desember tidak melakukan apa-apa, karena kami melakukan review dan konsolidasi internal. Wajar dan sangat masuk akal kalau itu (elektabilitas Anies) turun," ujar Johnny dalam diskusi yang digelar Indikator Politik Indonesia, Rabu (4/1).
Pada Desember, Partai Nasdem dan Anies fokus dalam mengulas hasil konsolidasi nasional pada Oktober hingga November 2022. Ia menyebut, itu merupakan bagian dari strategi pihaknya.
"Di saat yang bersamaan aktivitas-aktivitas offensive politik dilakukan lebih luas oleh capres-capres lain, sehingga trennya naik. Sehingga sejalan dengan peningkatan kepuasan publik kepada kabinet, kepada Pak Joko Widodo," ujar Johnny.
Anies pada Oktober dan November lalu sempat bersafari ke sejumlah wilayah seperti Aceh, Sumatra Barat dan Papua. Kegiatan Anies sempat dilaporkan ke Bawaslu. Namun Bawaslu meyakinkan bahwa Anies tidak melanggar aturan karena hanya masalah etika.