REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro
DPR dan pemerintah akhirnya sepakat untuk tidak mewajibkan penerapan Kurikulum Merdeka di masing-masing sekolah. Menurut Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, pihaknya masih perlu melihat sejauh mana efektivitas penerapan kurikulum yang telah mulai diterapkan pada 2021 itu.
“Apakah kurikulum baru memberi ruang yang lebih kepada guru? Apakah memberikan pembelajaran yang fokus kepada siswa sesuai minat dan bakatnya? Apakah bisa memberi ruang yang reflektif dan evaluatif? Apakah berdampak lebih baik? Semuanya belum bisa kami evaluasi," kata Huda lewat keterangannya, Rabu (28/12/2022).
Menurut Huda, saat ini sekolah diberikan pilihan untuk tetap menggunakan Kurikulum 2013 atau akan menerapkan Kurikulum Merdeka. Huda menjelaskan, hal tersebut dapat disesuaikan dengan kesiapan sekolah dalam menjalankan kurikulum.
"Karena evaluasi membutuhkan kurun waktu lama. Saya membayangkan, output-nya baru akan bisa dilihat selama dua sampai tiga tahun ke depan,” kata politikus PKB itu.
Mulanya, pemerintah membuat opsi agar sekolah wajib menerapkan kurikulum merdeka untuk menggantikan kurikulum 2013. Namun, perdebatan panjang antara DPR RI dan pemerintah seputar implementasi Kurikulum Merdeka menjadi kemudian berujung pada keputusan untuk tidak mewajibkan.
“Sifatnya opsional. Bagi sekolah yang masih menerapkan Kurikulum 2013, dipersilakan. Bagi yang mau mengadaptasi Kurikulum Merdeka disilakan,” kata Huda.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan, Kurikulum Merdeka akan diterapkan secara bertahap. Untuk tahapan saat ini, penerapan Kurikulum Merdeka dilakukan secara sukarela, tidak diwajibkan oleh Kemendikbudristek.
"Tahapan implementasi ini kami rancang agar pergantian kurikulum berlangsung lebih lancar dan dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu mendorong terjadinya perbaikan kualitas pembelajaran bagi semua murid," ujar Anindito kepada wartawan, Kamis (29/12/2022).
Dia menjelaskan, penerapan Kurikulum Merdeka adalah bagian dari upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Penerapannya dilakukan secara bertahap, mulai dari tahap kajian dan pengembangannya yang dilakukan pada 2020-2021. Kemudian masuk ke tahap uji coba prototipe secara terbatas di sekitar 2.500 satuan pendidikan pada tahun ajaran 2021/2022.
"Lalu tahap penerapan lebih luas secara sukarela pada tahun ajaran 2022/2023 dan 2023/2024, dan tahap penerapan secara nasional pada tahun ajaran 2024/2025," jelas Anindito.
Lebih lanjut, dia menerangkan, pada tahun ajaran 2022/2023 sudah ada lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang secara sukarela mulai berproses menerapkan Kurikulum Merdeka. Anindito memandang hal tersebut menunjukkan antusiasme yang besar dari ekosistem pendidikan untuk melakukan perbaikan pembelajaran.