Senin 19 Dec 2022 15:20 WIB

Kriminolog UI: Sambo Lakukan Pembunuhan Berencana

Perencanaan terlihat dari kronologis yang disampaikan oleh penyidik.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang lanjutan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah ahli diantaranya ahli digital forensik, ahli balistik, ahli DNA, ahli biologi forensik dan ahli poligraf. Republika/Thoudy Badai
Foto:

Hal itu terlihat dengan terungkapnya hasil dari penyidikan tentang siapa dalang utama pembunuhannya serta apa yang dilakukan dalang utama pascaterjadi pembunuhan. “Dalam kasus pembunuhan berencana, pasti ada aktor intelektualnya (dalang utama) yang paling berperan di dalam, mengatur, kemudian dia akan melakukan pembagian kerja tentang siapa saja yang harus melakukan, dan siapa saja terlibat, yang membuat skenario tindak lanjut, sampai pada rencana agar peristiwa pembunuhan itu tidak terlihat,” begitu terang Mustofa.

“Dari semua hal tersebut tadi, kelihatan sekali bahwa kronologis kasus ini adalah perencanaan,” begitu sambung Mustofa.  

Jaksa juga meminta Mustofa menerangkan tentang peran, maupun posisi hukum para terdakwa dalam perspektif krimonologi terkait rangkaian pembunuhan berencana itu.

Mustofa mengatakan, perintah pembunuhan yang disampaikan di Saguling itu, tak lepas dari relasi kuasa antara pemberi perintah, maupun yang melaksanakan perintah. Dalam hal tersebut, menurut Mustofa, terdakwa Bripka RR dapat melakukan penolakan lantaran melihat jam kerja dan kepangkatannya yang lebih senior ketimbang terdakwa Bharada Richard.

Menurut Mustofa, terdakwa Richard sebagai ajudan paling junior, dengan kepangkatan paling rendah tak dapat menolak perintah tersebut, lantaran menerima perintah itu langsung dari Sambo, komandannya, dengan level kepangkatan yang jauh lebih tinggi. Saat itu Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal (Irjen).

“Di antara ajudan-ajudan dan pembantu rumah tangga di sana, dia (terdakwa Richard) dia yang paling junior. Seingga kemungkinan menolak itu sangat kecil,” begitu kata Mustofa.

Apalagi, dikatakan, penolakan tersebut diyakini Sambo sebagai pemberi perintah dapat diminimalisir, mengingat terdakwa Richard belum berpengalaman bergabung di Polri.

“Ada rasa takut baginya kehilangan pekerjaan. Barangkali, itu berpengaruh,” ujar Mustofa.

Sementara posisi terdakwa Sambo, dan Putri, dalam kesimpulan perencanaan pembunuhan itu, menurut Mustofa satu paket. Karena Sambo yang memberikan perintah, atas sepengetahuan Putri. “Barangkali kalau isteri dari terdakwa FS, (Putri) dalam taraf yang kurang lebih sama. Karena sebagai majikan. Sementara terhadap terdakwa lainnya (terdakwa Bripka RR, dan Kuat Maruf), hanya diikut sertakan dalam keadaan sebagai bawahan,” begitu terang Mustofa.

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, JPU dalam dakwaannya menjerat kelima terdakwa dengan sangkaan pembunuhan berencana, subsider pembunuhan. Yakni Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 338 KUH Pidana. Jika terbukti, sangkaan tersebut mengancam para terdakwa dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement