REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain proses verifikasi faktual partai politik (parpol) yang dilakukan KPU mendapatkan banyak kritik dari kelompok masyarakat sipil. Belakangan proses penentuan nomor urut parpol juga dinilai tidak adil dan cenderung merugikan parpol baru.
Peneliti Senior Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Jino Putra menuturkan aturan penentuan nomor urut parpol yang merujuk Perppu Nomor 1/2022 tentang Pemilu, memanjakan parpol lama dan memaksa parpol baru bekerja ekstra keras. Sebab ia menjelaskan dalam Perppu Nomor 1 tahun 2022 pasal 179 ayat (3), menyebut bahwa partai yang telah memenuhi kententuan ambang batas perolehan suara nasional untuk anggota DPR pada Pemilu 2019 lalu berhak untuk menggunakan nomor urut yang sama.
"Aturan ini terasa tidak adil, diskriminatif, dan merusak semangat demokrasi. Partai baru tidak memiliki kesempatan yang sama untuk memilih nomor yang diinginkan, serta akan lebih menguntungkan partai yang memiliki nomor urut awal (nomor cantik) seperti PKB di nomor urut 1, Gerindra di nomor urut 2, dan PDIP di nomor urut 3," kata Jino kepada wartawan, Rabu (14/12/2022).
Bukan hanya itu, ia menilai, parpol baru juga akan dipaksa untuk bekerja ekstra keras pada Pemilu legislatif 2024 mendatang. Pasalnya, partai-partai baru seperti Partai Ummat, Partai Gelora, Partai Buruh, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) saat ini memiliki tantangan untuk mencari basis pemilih loyal.
"Partai baru akan diuntungkan jika mendapat nomor yang disukai, sebaliknya, dengan adanya aturan yang bernuansa diskriminatif tersebut, partai baru akan semakin kesulitan dalam mensosialisaikan nomor urut secara efektif, karena nomor urut akhir tantangannya akan lebih besar," ujarnya.
Memang Jino mengakui aturan perppu ini jika ditilik akan sangat menguntungkan partai lama. Alasannya, pertama ungkap dia, partai lama bisa mencuri start lebih awal untuk mensosialisasikan branding yang sudah ke masing-masing basis pemilih loyal. Dengan demikian, partai-partai lama akan mendapat banyak keistimewaan dari aturan itu.
"Salah satunya nomor urut masih diingat masyarakat di Pemilu 2019 yang lalu," imbuhnya.
Kedua, sambung dia, aturan ini bisa menjadi keuntungan dari segi logistik, karena sisa logistik Pemilu 2019 yang lalu bisa dipakai kembali. Sehingga, partai lama tidak harus harus berjuang dari 0. Karena itu, ia berharap akan lebih baik KPU lebih fair, jika nomor urut kembali dikocok ulang.
"Ini setidaknya memberi kesempatan agar masing-masing partai politik baik partai baru dan lama, bisa berjuang dari titik start yang sama dalam mensosialisasikan ke masing-masing basis pemilihnya. Ini adalah ujian efektivitas kinerja mesin politik yang sesungguhnya," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu. Salah satu pasal di dalamnya mengubah ketentuan nomor urut partai politik peserta pemilu, persis seperti yang diinginkan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sebelumnya.
Dalam beleid yang diteken Jokowi pada Senin (12/12/2022) itu, Pemerintah mengubah isi Pasal 179 UU Pemilu. Poin 3 pada Pasal 179 awalnya berbunyi seperti ini: "Penetapan nomor urut partai politik sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil partai politik peserta pemilu."
Kemudian diganti menjadi seperti ini: "Partai politik yang telah memenuhi ketentuan ambang batas perolehan suara secara nasional untuk Pemilu anggota DPR pada tahun 2019 dan telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan nomor urut Partai Politik Peserta Pemilu yang sama pada Pemilu tahun 2019 atau mengikuti penetapan nomor urut Partai Politik Peserta Pemilu yang dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemilu."