REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses verifikasi partai politik (parpol) yang sudah berlangsung di KPU mendapat banyak kritik, hal ini dikarenakan proses verifikasi yang dianggap kurang transparan. Sejumlah elemen nonparlemen dan parpol baru berharap KPU tidak mudah ditunggangi kepentingan politik apa pun, sehingga bisa merusak demokrasi.
Sekjen Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, mengatakan sejak awal memang partainya cukup dirugikan dengan proses pendaftaran hingga verifikasi parpol di KPU. Hal tersebut yang membuat partainya tidak lolos sejak awal secara syarat administratif, termasuk dalam Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL).
"Kami hanya bisa berharap jangan ada oknum penyelenggara pemilu yang mudah ditunggangi kepentingan politik tertentu," kata Badaruddin, kepada wartawan, Rabu (14/12/2022).
Partai Berkarya merupakan satu dari belasan partai yang tidak lolos administrasi saat proses pendaftaran partai pertama. Walau pun tak lolos sejak awal, Badaruddin mengaku pihaknya sadar memang proses kepesertaan parpol untuk ikut pemilu tidaklah mudah. Ditambah kondisi internal partainya yang mengalami perpecahan.
"Bagi kami lolos atau tidak itu hal yang biasa karena itu adalah proses yang harus dilalui. Namun kami di Berkarya juga pernah merasakan hingga partai kami terpecah, sehingga membuat kami tak lolos dalam proses administrasi," ujarnya.
Berbeda dengan Partai Berkarya, Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) menolak untuk menerima proses tahapan kelolosan kepesertaan pemilu oleh KPU, termasuk proses terakhir di verifikasi faktual. Sejak Selasa (13/12/2022) hingga Rabu (14/12/2022) massa pendukung Partai Prima melakukan aksi unjuk rasa di depan KPU menolak kecurangan dalam proses verifikasi faktual yang merugikan partainya.
Ketua DPW PRIMA DKI Jakarta, Nuradim, menyampaikan, aksi ini kembali dilakukan dilakukan lantaran belum ada tindakan atas tuntutan mereka sebelumnya. Ia menilai, KPU RI bertindak diskriminatif dan tidak transparan dalam proses tahapan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Menurut dia, pihaknya sengaja dijegal oleh KPU dengan membuat Partai PRIMA Tidak Memenuhi Syarat (TMS) atau men-TMS-kan Partai PRIMA di wilayah Papua dalam proses verifikasi administrasi. Padahal, kata dia, kepengurusan Partai PRIMA di Papua diisi oleh Orang Asli Papua, bukan hanya dari tingkatan provinsi bahkan sampai tingkatan distrik.
“KPU sengaja menjegal kami di Papua, PRIMA dianggap akan menggangu kelompok Oligarki 1 persen yang selama ini nyaman menguasai hajat hidup 99 persen rakyat Indonesia,” kata Nuradim dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Selain itu, lanjutnya, PRIMA menilai dalam tahapan penyelenggaraan pemilu KPU bertindak tidak adil, jujur dan transparan. Hal itu terbukti dengan banyaknya temuan dan fakta bahwa terjadi manipulasi data dan perbuatan curang lainnya yang dilakukan oleh KPU.
Baca juga : Anggota DPR: Perppu Jadi Kepastian Penyelenggaraan Pemilu 2024
“Parpol datanya bermasalah justru diloloskan, sementara parpol yang seharusnya lolos, yakni PRIMA, justru dijegal,” terangnya.
Oleh sebab itu, lantaran dinilai bertindak diskriminatif dan tidak transparan dalam proses penyelenggaraan pemilu, Nuradim meminta agar KPU segera diaudit dan membuka data parpol yang terdapat dalam Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) kepada masyarakat luas. Sehingga publik akan melihat partai mana saja yang datanya bermasalah tapi diloloskan dan partai yang seharusnya lolos tapi dijegal, hanya karena desakan dari kepentingan elite tertentu.