Selasa 13 Dec 2022 13:58 WIB

KUHP Baru Berorientasi pada Kebijakan

Menjadi tantangan dari pemerintah untuk memberikan informasi yang benar dan tulus.

Menkumham Yasonna Laoly memberikan salam usai membacakan pandangan akhir pemerintah saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Rapat Paripurna DPR tersebut mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. Republika/Prayogi
Foto: Republika/Prayogi
Menkumham Yasonna Laoly memberikan salam usai membacakan pandangan akhir pemerintah saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Rapat Paripurna DPR tersebut mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. Republika/Prayogi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan dinilai sebagai bagian dari kebijakan sosial dari upaya mengatasi masalah-masalah sosial. Anggota Komisi I DPR, Krisantus Kurniawan, melihat pembaruan KUHP jika dikaitkan dengan tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama, maka ekspresi agama tidak luput dari kehidupan sosial setiap individu umat beragama. 

Sehingga keharmonisan antarumat beragama merupakan bagian dari kebijakan sosial. Pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat. "Dalam hal ini adalah upaya perlindungan terhadap umat beragama, sehingga dalam mengekspresikan agama, setiap umat beragama merasa aman dan hidmat tanpa adanya gangguan berupa kejahatan-kejahatan yang akan mengancam berlangsungnya kegiatan beragama,” tuturnya dalam sebuah webinar yang mengulas UU KUHP.

Menurut politisi asal pemilihan Kalimantan Barat ini sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya memperbaharui substansi hukum (legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum. Kebijakan atau politik hukum pidana dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan dengan menggunakan sarana hukum pidana. 

Pertama, usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi yang ada pada suatu saat. Kedua, lanjutnya, kebijakan dari negara melalui badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

Ditinjau dari sudut politik hukum ini, maka melaksanakan kebijakan hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan hukum pidana yang memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Ini sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang.

Dosen komunikasi Universitas Bunda Mulia dan Founder Mindtalheatlh Training, Geofakta Razali, menuturkan ramainya informasi keliru tentang KUHP baru tidak lepas dari kondisi masyarakat dan teknologi yang berada pada era post-modern.

Saat ini, media sosial merupakan era post-modern dimana seluruh hal dipertanyakan dan diungkapkan secara bebas terus menerus. "Maka menjadi tantangan dari pemerintah untuk memberikan informasi yang benar dan tulus,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement