Selasa 13 Dec 2022 03:27 WIB

KUHP Dikritik, Wamenkumham: Jangan Asal Ngomong, Baca Dulu

Kemenkumham mengeklaim sudah berkoordinasi dengan Dewan Pers soal pasal 263.

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/11/2022). Rapat kerja tersebut membahas penyampaian penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hasil sosialisasi Pemerintah.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/11/2022). Rapat kerja tersebut membahas penyampaian penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hasil sosialisasi Pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) meminta masyarakat agar terlebih dahulu memahami isi dari pasal-pasal yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru sebelum menyampaikan kritik.

"Jangan asal ngomong, jadi sebelum bertanya baca dulu. Kalau sudah baca paham dulu ya," kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Baca Juga

Hal tersebut disampaikan Wamenkumham menanggapi pertanyaan soal Pasal 263 KUHP. Mengacu draf RUU KUHP versi 30 November 2022 pasal tersebut mengatur soal penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

Lengkapnya, Pasal 263 Ayat (1) berbunyi setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Kemudian Ayat (2) berbunyi setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong, yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Kepada wartawan, Prof Eddy mengatakan pasal tersebut bukanlah pasal baru karena sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tepatnya Pasal 14 dan 15. Pada kesempatan itu, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut menegaskan tidak ada masalah dengan adanya Pasal 263 yang diatur dalam KUHP yang baru saja disahkan Pemerintah bersama DPR pada Selasa (6/12/2022).

Senada dengan itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan sebelum KUHP yang baru disahkan menjadi undang-undang, pemerintah telah berkoordinasi dengan Dewan Pers. "Kita sudah ketemu dengan Dewan Pers dan menjelaskannya," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement