REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar polimer dan material dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid mengimbau masyarakat cermat saat membeli kemasan galon guna ulang. Hal itu karena migrasi bahan kimia berbahaya seperti Bisphenol A (BPA) bisa saja terjadi karena penggunaan berulang.
Ia sebelumnya memaparkan risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan yang disebutnya berbahaya karena digunakan tidak sesuai aturan.“Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dan waktu tertentu,” kata Chalid.
“Suhu dan waktu menjadi kunci terhadap pelepasan senyawa BPA dari galon polikarbonat ke air minum, potensinya terjadi saat transportasi galon dari sistem produksi ke konsumen, dan karena galon digunakan berulang-ulang,” katanya.
Karena itulah menurut dia pelabelan tentang BPA menjadi penting untuk menjamin kesehatan konsumen. Chalid menyampaikan ini saat berbicara di depan forum para pakar dan praktisi dengan tema “Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen”, bertempat di Gedung Makara, Universitas Indonesia, Depok (23/11).
Namun, di sisi lain, masyarakat juga perlu mengambil sikap terbaik, di antaranya dengan mengenali produk kemasan yang digunakan dan agar menggunakannya dalam batas aman.Chalid mengatakan, masyarakat awam sebenarnya tanpa disadari sudah biasa berinteraksi dengan bahan kimia BPA ini. Karena memang penggunaannya yang meluas untuk banyak hal.
BPA adalah senyawa kimia yang tidak berwarna dan multiguna. Senyawa ini bisa digunakan sebagai bahan baku penolong (aditif) untuk pengenyal dan pengeras pada produk, seperti cat. BPA juga digunakan sebagai bahan baku utama pada pelapis dalam kemasan kaleng untuk minuman atau makanan, dan pada pelapis kertas termal.
Selain itu, “BPA pun biasa digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan bijih polikarbonat (PC), sebagai bahan baku untuk berbagai produk jadi seperti kemasan galon air minum, kaca helm, kaca partisi dan atap bening,” kata Chalid.
Berkaitan dengan kemasan pangan, di sini pula letak persoalannya. BPA berurusan langsung dengan kesehatan manusia, karena banyak menggunakan wadah kemasan seperti galon bekas pakai dan pelapis dalam makanan atau minuman kaleng.
Tak kalah pentingnya yang menjadi salah satu faktor terlepasnya BPA di dalam galon adalah penggunaan galon bekas pakai polikarbonat yang dilakukan berulang-ulang. “Potensi masalah terbesar pelepasan BPA di dalam galon itu adalah pada berapa kali galon tersebut digunakan secara berulang oleh konsumen,” kata Chalid.
Untuk mencegah dampak negatif BPA secara meluas, Chalid mendorong semua pihak agar bersinergi dan berorientasi pada jaminan kesehatan konsumen, baik yang bersifat preventif maupun kuratif. “Harus ada sinergi antara pemerintah, produsen, masyarakat dalam hal ini konsumen dan LSM, akademisi dan peneliti,” katanya.
Meski demikian, Chalid juga mengimbau agar masyarakat mau lebih cermat dan peduli dengan galon guna ulang yang mereka beli rutin. Kepedulian masyarakat dibutuhkan agar mereka lebih paham produk yang dibeli untuk menciptakan rasa aman.