Sabtu 03 Dec 2022 08:03 WIB

Koalisi NGO Bela Nelayan Soal Pemberian Konsesi ke Vietnam Terkait ZEE

Wilayah tangkap nelayan Indonesia menjadi dipersempit.

Sejumlah petugas berdiri di atas kapal ikan ilegal berbendera Vietnam di Dermaga Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kamis (20/5/2021). Dalam Operasi Lebaran yang dilaksanakan pada liburan Idul Fitri 2021, Kapal Pengawas Hiu Macan 01 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dinahkodai Kapten Samson menangkap enam kapal ikan asing berbendera Vietnam beserta 36 Anak Buah Kapal (ABK) saat sedang menjaring cumi-cumi secara ilegal di Laut Natuna Utara pada Minggu (16/5/2021).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah petugas berdiri di atas kapal ikan ilegal berbendera Vietnam di Dermaga Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kamis (20/5/2021). Dalam Operasi Lebaran yang dilaksanakan pada liburan Idul Fitri 2021, Kapal Pengawas Hiu Macan 01 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dinahkodai Kapten Samson menangkap enam kapal ikan asing berbendera Vietnam beserta 36 Anak Buah Kapal (ABK) saat sedang menjaring cumi-cumi secara ilegal di Laut Natuna Utara pada Minggu (16/5/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan Teknis ke-16 Penetapan Batas ZEE Indonesia-Vietnam telah diselenggarakan di Hanoi, Vietnam pada 24-25 November 2022. Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (Koral) menyatakan ketidakpuasaan terhadap kompromi Indonesia dalam hal kedaulatan pada website resminya.

Menurut pandangan Koral, ada beberapa kerugian yang bisa diterima Indonesia jika pemberian konsesi ke Vietnam. Pertama, Indonesia kehilangan wilayah laut yang cukup luas. Bukan hanya penyempitan luas secara geografis, tetapi juga kehilangan klaim akan sumber daya yang berada di dalamnya.

Baca Juga

“Terkait dengan sumber daya alam dan sumber daya ikan, Vietnam sudah menjadi ‘residivis’ pencurian ikan yang berulang kali terjaring operasi penangkapan di perairan Indonesia,” kata Sekretaris Koral Mida Saragih, Jumat (2/12/2022).

Kedua adalah kerugian yang dihadapi oleh nelayan. Wilayah tangkap nelayan Indonesia menjadi dipersempit. Mida Saragih jelaskan, nelayan Indonesia sudah cukup sulit dalam menjaring ikan yang kerap kali "dibagi” dengan pencuri-pencuri ikan dari kapal ikan asing, termasuk Vietnam.

“Tentunya hal ini bukan hanya akan merugikan, tetapi juga akan menorehkan rasa sakit hati dan hilangnya rasa kepercayaan nelayan lokal,” ujar Mida Saragih.

Mida Saragih menyampaikan bahwa sudah menjadi pengetahuan bersama, nelayan asal Vietnam merupakan salah satu pelaku IUUF di perairan Indonesia yang acap kali tertangkap BAKAMLA, bahkan ketika memproses perundingan, kapal Vietnam pun tidak menahan diri dengan terus “invasi” ZEE Indonesia. Secara terang-terangan, kata dia, pemerintah Vietnam tidak menghormati kedaulatan Indonesia.

“Jika kemudian wilayah kedaulatan Indonesia dipersempit di laut, maka tentunya sejumlah besar area yang berpindah tangan secara kedaulatan, tidak akan lagi dapat dipergunakan untuk keuntungan Indonesia, termasuk di dalamnya segala aktivitas perikanan yang dilakukan oleh nelayan Indonesia. Pencapaian diplomatik dengan mengorbankan kesejahteraan nelayannya yang selama ini menyumbang devisa negara tidak masuk akal,” kata Mida Saragih.

Presiden Joko Widodo dalam melakukan kunjungan ke Natuna pada 8 Januari 2020 sempat menyampaikan bahwa kedaulatan Negara bukan sesuatu yang bisa ditawar-tawar. Natuna merupakan teritorial negara kita dan tidak bisa dinegosiasi.

Seperti diketahui, klaim Indonesia di Natuna sesuai dengan UNCLOS 1982, kuat dengan dasar hukum. Mida Saragih mengatakan, sebagaimana dinyatakan Presiden Jokowi tersebut, Natuna merupakan teritorial negara kita, tak bisa ditawar, jika kemudian Indonesia mengalah akan klaim yang dijatuhkan Vietnam dengan pemberian konsesi, maka makin tercorenglah wajah negara di mata dunia.

Kedaulatan merupakan hal yang sangat penting bagi eksistensi negara. Koral berharap, adanya keterbukaan dan pertimbangan matang dari pemerintah dalam memproses perundingan tersebut. Diperlukan juga sikap prinsipil untuk mempertahankan kedaulatan dan harga diri Indonesia di mata dunia. Namun lebih dari itu, hasil perundingan ini juga akan menjadi tolak ukur keseriusan negara dalam menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyatnya.

Sebelumnya, pengamat kelautan Achmad Santoso mengharapkan adanya tindakan tegas terhadap kapal nelayan asal Vietnam yang melakukan pencurian ikan  di wilayah landas kontinen (ZEE).

Menurut dia, tindakan yang dilakukan di daerah Laut Natuna Utara tersebut merugikan kedaulatan nasional dan sektor perikanan tanah air, mengingat tidak ada itikad baik dari kapal-kapal tersebut.

"Tren operasi kapal Vietnam di ZEE Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2021 hingga September 2022, apa yang dilakukan oleh Kapal ikan Vietnam itu melanggar pasal 56 UNCLOS 1982," kata Achmad seperti dilansir dari Antara.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement