REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Voxpol Center Research and Consulting dalam temuan terbarunya menunjukkan adanya perbedaan mencolok karakter pemilih antara Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto. Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, pemilih Anies memilih berdasarkan alasan rasional dengan melihat 'prestasi' dan 'kinerja'.
Kemudian alasan mereka memilih Ganjar Pranowo karena sosiologis, dimana Ganjar dianggap sebagai sosok pemimpin yang 'dekat dengan rakyat'. Sedangkan Prabowo Subianto dipilih karena faktor psikologis dimana sikap 'tegas' pemimpin menjadi pertimbangan utama.
"Dalam temuan survei ini, ketika kita tanya ke responden apa alasan ibu/bapak/saudara memilih calon presiden? Sebesar 21,2 persen menjawab Anies Rasyid Baswedan adalah gubernur berprestasi," kata Pangi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/11/2022).
Kemudian, 42 persen menjawab Ganjar Pranowo dekat dengan rakyat dan Prabowo Subianto sebesar 35,4 persen dipilih karena dianggap pemimpin yang tegas. Pangi mengatakan, segmen pemilih rasional menentukan pilihan politiknya atas dasar pertimbangan integritas, kapasitas dan kompetensi sehingga 'rekam jejak' kandidat menjadi pertimbangan yang sangat penting.
"Pemilih dalam melakukan penilaian terhadap kandidat harus memiliki informasi seputar 'rekam jejak' kandidat di masa lalu dan memproyeksikannya di masa akan datang tentang apa saja kemungkinan besar yang dapat kandidat lakukan dan apakah itu membawa keuntungan bagi pemilih atau tidak. Pemilih akan cenderung memilih mana yang paling membawa keuntungan dan manfaat paling besar bagi dirinya (persamaan kepentingan)," jelasnya.
Pangi menjelaskan, hal tersebut berangkat dari asumsi pemilih tak ubahnya konsumen yang selalu berperilaku memaksimalkan manfaat yang didapatkan (utility maximation) dari setiap proses transaksi. Model tersebut menjelaskan, proyeksi masa depan dan evaluasi atas 'rekam jejak' kandidat menjadi poin penting pemilih dalam menentukan pilihan politik.
Karena itu, kandidat yang berprestasi menjadi pilihan paling objektif di segmen ini. Menurutnya, janji politik yang sifatnya wacana dan sebatas angan-angan sangat tidak relevan mempengaruhi pemilih yang rasional. Pemilih lebih percaya 'bukti', bukan 'janji'.
"Hal ini tentu saja akan menguntungkan calon presiden yang mempunyai 'rekam jejak' sebagai pemimpin yang mempunyai segudang 'prestasi'. Rekam jejak ini akan lebih mudah untuk dikapitalisasi sebagai sarana untuk menyakinkan publik bahwa dia layak memimpin sebagai seorang presiden," katanya.