REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menyatakan, pihaknya akan terus berupaya menghadirkan berbagai dukungan untuk mempercepat pemulihan satuan pendidikan dan warga pendidikan dari dampak gempa di Cianjur, Jawa Barat. Dia mengatakan, keselamatan dan pemulihan dari trauma akibat bencana menjadi prioritas utama saat ini.
"Kita harus utamakan keselamatan dan pemulihan dari trauma akibat bencana yang dialami. Saya rasa itu yang utama saat ini," ujar Nadiem lewat siaran pers, Ahad (27/11/2022).
Nadiem menyampaikan, perbaikan bangunan sekolah akan segera dikoordinasikan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sementara itu, untuk memenuhi hak belajar anak, beragam moda pembelajaran dapat diterapkan dalam masa tanggap darurat.
Di mana, kewenangan pengelolaannya menyesuaikan situasi dan kondisi peserta didik, pendidik, dan sarana yang ada. "Pengaturannya akan dikembalikan kepada dinas pendidikan setempat sesuai kewenangannya," jelas Nadiem.
Dia juga mengungkapkan, upaya membangun budaya siaga dan aman di sekolah, serta untuk membangun ketahanan dalam menghadapi bencana, terus dilakukan Kemendikbudristek. Upaya itu dilakukan melalui program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang dipayungi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2019.
Terkait SPAB, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi Kemdikbudristek yang sudah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 23 Tahun 2019. Bahkan, Kemdikbudristek sebenarnya bersama BNPB sudah membuat Sekretariat Bersama SPAB. Tapi, P2G merasa di lapangan, para guru, kepala sekolah, orang tua, siswa, bahkan pengawas belum mengetahui Permendikbud dan Seknas SPAB.
"Padahal keberadaan regulasi dan lembaga ini akan membantu warga sekolah memberi wawasan kesiapsiagaan bencana. Mengingat ratusan ribu sekolah madrasah tersebar di wilayah Indonesia yang rawan bencana alam seperti gempa dan banjir," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, Ahad (27/11/2022).
Dia mengatakan, bencana gempa di Cianjur yang baru saja terjadi, pernah juga di Palu, Lombok, Pandeglang, dan lainnya menyisakan duka mendalam khususnya yang berdampak pada dunia pendidikan seperti sekolah. Permendikbud Nomor 23 Tahun 2019 sebenarnya sudah sangat lengkap menjelaskan tanggung jawab sekolah, pemda, dan pemerintah pusat saat pra dan pascabencana.
"Tapi sekolah dan madrasah justru tidak melaksanakan tanggung jawab sesuai Permendikbud. Sekolah dan madrasah di Indonesia rata-rata belum punya Tim Siaga bencana di satuan pendidikan," kata dia.
Dia melihat, sekolah dan madrasah di Indonesia secara umum belum melakukan penyusunan rencana aksi untuk mendukung penyelenggaraan Program SPAB. Sekolah belum melakukan penyusunan prosedur operasi standar untuk menghadapi kedaruratan Bencana. Sekolah juga tidak memasukkan Program SPAB dalam rencana kegiatan dan anggaran sekolah di masing-masing satuan pendidikan.
Bahkan, kata Satriwan, sekolah dan madrasah tidak membuat laporan tahunan penyelenggaraan Program SPAB di masing-masing satuan pendidikan, termasuk di pusat kota seperti Jabodetabek. Pihaknya tidak pernah mendengar pengawas sekolah dan dinas pendidikan memiliki fokus terhadap isu tersebut.
"Padahal wajib menurut aturan untuk memitigasi dan mengurangi dampak korban bencana alam bagi warga sekolah. Permendikbud Penyelenggaraan Program SPAB dirasa masih macan kertas saja," jelas dia.