REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menginventarisir data pengungsi korban gempa yang sakit. Langkah tersebut untuk mempercepat penanganan terhadap pengungsi yang sakit.
''Kasus paling banyak ditemukan pertama adalah ISPA,'' ujar Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi, kepada wartawan di Pendopo Kabupaten Cianjur, Jumat (25/11/2022). Selanjutnya fraktur, luka terbuka, luka robek, alergi, asma, diabetes, dan penyakit kulit.
Penyakit ini sebenarya sering terjadi pada kasus gempa. Adib menuturkan, penanganan kronis masyarakat di lokasi pengungsian menjadi fokus tim kesehatan.
Sehingga perlu menyisir ke lokasi pengungsian. Misalnya dengan mengerahkan mobile clinic yang dilengkapi dengan emergency kit.
Harapannya kata Adib, masalah kesehatan pengungsi tertangani dengan baik oleh tim medis. ''Kalau bisa ditangani di sini atau rujukan,''ungkap dia.
Adib menuturkan, pasien ada yang ditindak medis di RS Bhayangkara sebanyak 19 operasi bedah ortopedi. Dengan melibatkan ahli bedah dari Makasar, Solo, Yogyakarta, dan Polri.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan, sudah mendata ulang titik pengungsian. Dari survei ditemukan ada 110 titik tempat pengungsian terpusat besar 200 hingga 500 orang. Lalu ada hanya 5 hingga 10 orang terpencar di 15 kecamatan. Lokasi pengungsian ini membutuhkan strategi tenaga dan kekuatan ekstra pendistibusian logistik ke depan semakin baik.
Harapannya semua masyarakat Cianjur yakni 60 ribu pengungsi bisa terlayani. Bahkan kini didata nama dan umur misalnya 650 orang ibu hamil, 34 orang penyandang disabilitas dan 21.071 orang pengungsi petempuan. Data ini akan terus berkembang.