Ahad 20 Nov 2022 13:54 WIB

MA dan TNI Dinilai Langgar Hukum Soal Penempatan Prajurit di Gedung MA

Tak ada dasar hukum MA maupun TNI menempatkan Anggota TNI untuk pengamanan gedung.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua PBHI Julius Ibrani (kiri)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua PBHI Julius Ibrani (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengkritik pedas penempatan prajurit TNI di gedung Mahkamah Agung (MA). PBHI menilai penempatan itu membuat MA dan TNI melanggar hukum. 

PBHI merasa dalih MA tidak tepat soal penempatan anggota TNI guna peningkatan pengamanan internal sekaligus 'benteng' dari tamu-tamu tak dikenal yang coba masuk ke Gedung MA. "Pada intinya tidak relevan dengan alasan MA dan tidak ada dasar hukum bagi MA maupun TNI untuk penempatan Anggota TNI dalam pengamanan Gedung MA," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangannya, Ahad (20/11/2022). 

Baca Juga

Apalagi TNI adalah alat negara untuk mempertahankan, melindungi dan menjaga keutuhan negara dari ancaman militer atau bersenjata. Lalu berdasarkan UU No 3/2002 tentang Pertahanan dan UU No. 34/2004 tentang TNI. UU 34/2004 memang memandatkan tugas TNI mencakup Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer selain perang (OMSP). Pelaksanaan OMSP rinciannya untuk mengatasi gerakan separatisme dan pemberontakan bersenjata, mengamankan wilayah perbatasan, tugas perdamaian dunia, sistem pertahanan semesta dan lainnya. 

Dalam Tugas Perbantuan OMSP sekalipun, merupakan tanggungjawab dari panglima TNI dengan persetujuan Presiden.  "Konsekuensinya baik MA maupun TNI telah melanggar hukum karena bertentangan dengan berbagai UU di atas. Selain itu, MA dan TNI juga telah menjatuhkan marwah profesionalitas TNI sebagai alat pertahanan negara untuk tugas perang dan selain perang (militer) dan masuk ke ruang sipil," ujar Julius. 

PBHI juga mensinyalir penempatan prajurit TNI di MA berkaitan dengan peristiwa OTT oleh KPK terhadap Hakim Agung dan Pegawai MA. Sebab momentum kedua peristiwa itu cenderung berdekatan. "Sebagai pemeriksa perkara tindak pidana korupsi, MA tahu persis bahwa nyaris tidak ada kasus korupsi di TNI yang berani diusut tuntas oleh KPK selain korupsi helikopter, itu pun dengan koordinasi langsung Panglima TNI," ucap Julius. 

Oleh sebab itu, PBHI mendesak Presiden Jokowi memerintahkan Panglima TNI agar penempatan Anggota TNI segera dihentikan. Kedua, PBHI memintaPanglima TNI segera menarik mundur Anggota TNI yang ditempatkan di MA. Ketiga, Ombudsman RI memeriksa dugaan maladministrasi oleh MA dan TNI atas penempatan Anggota TNI di Gedung MA. "Pengamanan MA oleh Anggota TNI justru menimbulkan masalah baru dan jadi preseden buruk bagi instansi negara," tegas Julius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement