Senin 14 Nov 2022 16:08 WIB

Buntut Panjang Efek Kasus Festival 'Berdendang Bergoyang'

Promotor petualang dinilai merusak ekosistem industri dunia hiburan.

Penyanyi Ardhito Pramono melantunkan lagu dalam Berdendang Bergoyang Festival di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (29/10/2022). Festival musik yang berlangsung hingga Minggu (30/10) tersebut menampilkan puluhan penyanyi dan grup musik lintas aliran di lima panggung dalam satu area Istora.
Foto:

CEO Rajawali Indonesia Communication (RIC) Anas Syahrul Alimi menyoroti pengetatan penyelenggaraan konser di DKI Jakarta akhir-akhir ini. Menurut dia, alangkah lebih baik jika pengetatan tersebut tidak digeneralisasi akibat beberapa konser yang dinilai kurang dalam pelaksanaannya.

“Kalau saya kira, sebenarnya kan harus disesuaikan dengan regulasi nasional, kalau tidak salah sudah 100 persen (kapasitas) di banyak daerah,” kata Anas ketika dihubungi, Senin (14/11/2022).

Namun demikian, jika pengetatan itu berdasarkan pada status Covid-19 yang kembali meninggi dan beberapa konser di DKI yang sebelumnya bermasalah, Anas, mengaku menyerahkan beragam keputusan kepada Pemprov DKI. Walaupun, dia tetap menyebut bahwa sedianya keputusan itu harus disesuaikan kembali.

“Harusnya tidak digeneralisir, karena tidak semua promotor itu seperti itu. Banyak yang serius mempertimbangkan betul kapasitas. Nah kalau dibatasi 70 persen, tidak worth it secara bisnis kalau mau fair,” tutur dia.  

Dia menerangkan, saat merencanakan sebuah gelaran acara baik konser maupun lainnya, ada rumus yang dihitung dalam menentukan jumlah pengunjung. Oleh sebab itu, dirinya meminta agar ada peninjauan ulang dari Pemprov DKI menyoal keputusan itu.

“Karena beberapa event tidak masuk secara bisnis. Artinya itu yang perlu dipertimbangkan,” ucapnya.

Anas juga menyoroti menjamurnya konser pascapandemi Covid-19 yang tidak berjalan baik. Menurut Anas, kurangnya kapasitas dan kapabilitas dalam menjalankan konser menyebabkan ekosistem hiburan di Indonesia yang rusak.

 

“Ini saya menyebutnya promotor petualang yang tidak memiliki kapasitas atau kapabilitas tapi terbawa arus ingin (bikin acara) ini ya, ini kan seksi,” kata Anas.

Setelah tiga atau dua tahun tanpa adanya konser dengan penonton, Anas mengaku kecewa dengan promotor petualang itu. Dia menegaskan, para promotor yang tidak mengerti secara kaffah industri hiburan, cenderung merusak ekosistem dengan hanya terbawa euforia.

 

“Banyak yang mau batal dari Fosfen di Bandung sampai yang lainnya juga. Ini bahaya, nggak boleh dibiarin,” kata dia.

 

photo
Infografis Arab Saudi Tuan Rumah Festival Musik Terbesar Timur Tengah - (Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement