Senin 14 Nov 2022 14:36 WIB

Mempertanyakan Pelibatan Anggota TNI Amankan Gedung Mahkamah Agung

Pelibatan anggota TNI sebagai petugas keamanan MA dinilai melanggar UU TNI.

Gedung Mahkamah Agung. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya, meyakini kebijakan pengamanan di lingkungan MA tidak terkait dengan kegiatan penggeledahan beberapa waktu lalu. 

"Kami meyakini kebijakan tersebut tentu tidak ada kaitannya dengan kegiatan KPK beberapa waktu yang lalu di Gedung MA," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Rabu, pekan lalu.

Adapun kegiatan penggeledahan di Gedung MA oleh KPK itu dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) dan kawan-kawan sebagai tersangka. Pada Selasa (1/11/2022), Tim Penyidik KPK menggeledah di ruang Hakim Agung dan sekretaris MA. Sebelumnya pada Jumat (23/9/2022), KPK telah menggeledah di Gedung MA.

Ali mengatakan, bahwa KPK dalam mengumpulkan bukti dalam proses penyidikan dilakukan dengan berbagai strategi, di antaranya melalui upaya paksa penggeledahan.

"Tindakan KPK tersebut secara hukum dibenarkan sebagaimana ketentuan undang-undang maupun hukum acara pidana yang berlaku," ujar Ali.

Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi, Senin (14/11/2022) mengatakan, bahwa KY dan pimpinan Mahkamah Agung (MA) akan membahas terkait pelibatan anggota TNI dalam pengamanan tambahan di gedung MA.

"Saya rasa kebijakan yang diambil oleh Mahkamah Agung terkait dengan pengamanan ini akan dipertimbangkan. Saya rasa ini juga mungkin akan kami jadikan materi pembahasan, kebetulan saya bergabung sebagai anggota dari tim penghubung Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung," kata Binziad kepada wartawan melalui platform Zoom Meeting seperti dipantau di Jakarta, Senin. 

Binziad meyakini pimpinan MA saat ini sangat terbuka dalam menerima masukan publik guna mengambil kebijakan. "Apalagi masukan yang belakangan ini muncul disampaikan terkait dengan kebijakan pengamanan ini, sudah relatif spesifik," tambahnya.

Dalam hal ini, lanjutnya, KY menilai isu pengamanan pengadilan, termasuk di MA, merupakan isu krusial. Menurut Binziad, lemahnya pengamanan terhadap pengadilan menjadi kesempatan terhadap tindakan-tindakan yang menyerang serta merendahkan martabat hakim.

Tahun ini saja, lanjutnya, KY sudah menangani hampir 15 peristiwa penyerangan terhadap pengadilan. Dia memprediksi angka kasus penyerangan tersebut bisa bertambah. Oleh karena itu, KY menilai sistem pengamanan yang baik perlu segera diterapkan di berbagai pengadilan.

"Dan saya rasa kriterianya itu sudah ditentukan secara cukup dan memadai dalam Perma (Peraturan MA) Nomor 5 dan Perma Nomor 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Peradilan," jelasnya.

Akan tetapi, Binziad mengatakan masih banyak pengadilan di tingkat pertama dan tingkat banding yang prosedur pengamanan masih belum memenuhi standar. "Karena rekrutmen petugas pengamanannya itu masih berasal dari kalangan pegawai outsource. Saya rasa, mungkin dengan dasar atau pertimbangan tersebut, kemudian berbagai langkah atau berbagai kebijakan coba diambil oleh pimpinan pengadilan dan terutama dalam hal ini pimpinan Mahkamah Agung," tambahnya.

 

photo
Tujuh Hakim Agung Baru di Mahkamah Agung - (Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement