Senin 07 Nov 2022 16:41 WIB

324 Kasus Gagal Ginjal Anak di Indonesia Sudah Sebabkan 195 Orang Meninggal

Sebagian besar GGAPA disebabkan toksikasi dari Etilen Glikol dan Dietilen Glikol.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus raharjo
Gejala dan Cara Pencegahan Gagal Ginjal Akut pada Anak
Foto: Republika.co.id
Gejala dan Cara Pencegahan Gagal Ginjal Akut pada Anak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril mengatakan hingga Ahad (6/11/2022) tercatat ada 324 temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia. Ratusan kasus itu teridentifikasi di 28 provinsi di Indonesia.

Untuk tingkat kematian kasus ini mencapai 60 persen. Adapun pasien terbanyak berasal dari kelompok usia bayi di bawah lima tahun (balita).

Baca Juga

"Ada 28 provinsi yang melaporkan (GGAPA) dan jumlahnya saat ini sudah ada 324 kasus. Yang saat ini masih dirawat di rumah sakit seluruh Indonesia ada 27 orang, yang meninggal 195 orang, dan yang sudah sembuh 102 orang," kata Syahril dalam konferensi pers secara daring, Senin (7/11/2022).

Namun, sambung Syahril, penambahan kasus tersebut merupakan kumulatif kasus sebelumnya yang belum terlaporkan. Ia memastikan dalam sepekan terakhir yakni Rabu (2/11/2022) hingga Ahad (6/11//2022) tidak ditemukan penambahan kasus baru dari GGAPA.

Berdasarkan data yang dilaporkan dari seluruh rumah sakit di 28 provinsi menunjukkan hasil pemeriksaan yang konsisten. Sebagian besar penyebab GGAPA adalah toksikasi dari Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada sirop atau obat cair.

"Maka didapatkan suatu zat yang menjadikan sebab terjadinya keracunan atau intoksikasi pada ginjal anak tersebut. Kemudian biopsi ginjal, kita temukan juga kelainan ginjal yang diakibatkan karena intoksikasi dari EG maupun DEG tersebut," jelasnya.

Ia pun meminta agar masyarakat terutama orang tua segera membawa anak mereka ke fasilitas kesehatan terdekat bila menemukan gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal pada buah hatinya. Syahril menjelaskan salah satu gejala yang paling terlihat adalah penurunan volume buang air kecil (BAK).

"Orang tua harus waspada bila menemukan anak berusia kurang dari 18 tahun dengan gejala oliguria (air kencing sedikit) maupun anuria (tidak ada air kencing sama sekali)," kata Syahril.

Kewaspadaan para orang tua menurutnya juga perlu dilakukan dengan cara terus memantau jumlah dan warna urin yang pekat atau kecoklatan pada anak. Apabila urine berkurang atau berjumlah kurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam, maka pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit.

Pihaknya juga meminta agar pihak rumah sakit melakukan pemeriksaan fungsi ginjal yakni ureum dan kreatinin bila menemukan pasien dengan gejala GGAPA. Nantinya, apabila hasil fungsi ginjal menunjukkan adanya peningkatan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement