REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR tak menerima draf dan paparan terkait RUU tentang ekstradisi buronan Indonesia-Singapura dari pemerintah. Komisi III menolaknya karena seharusnya yang menyerahkan adalah Menkumham Yasonna H Laoly dan Menlu Retno Marsudi.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan Direktur Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Mirza Nurhidayat menyerahkan draf rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan (Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives) kepada Komisi III DPR. "Bukan kami tidak menghormati, tapi ini kan undang-undang. Bicara undang-undang bukan bicara Partai Golkar yang mendukung pemerintah, tapi bicara DPR dan pemerintah," ujar Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa dalam rapat kerja dengan Wamenkumham dan Kemenlu, Senin (7/11/2022).
"Karena ini bicara hubungan pemerintah dan DPR, selayaknya (Menkumham dan Menlu) yang ditugaskan Presiden hadir pertama kali untuk memaparkan undang-undang ini," kata dia.
Ia menjelaskan, RUU Ekstradisi Buronan Indonesia-Singapura terdiri dari dua poin yang sangat penting. Di samping itu, RUU tersebut juga berproses lama dan menyita perhatian publik karena urgensinya.
"Kalau dibaca dari sejarahnya undang-undang ini, ada keterkaitan, ada proses tertunda-tunda, yang seharusnya sudah beres, tapi ada kegiatan kerja sama yang tidak seiring yang membuat proses ini agak tertunda-tunda. Berarti ada hal-hal yang harus kita respon, dari posisi ini menurut saya memang agak dilematis," ujar Desmond.
DPR menggeser agenda itu ke 5 Desember 2022 dengan mengundang langsung Yasonna dan Retno. "Tolong sampaikan kepada Menkumham, kami tidak bermaksud apa-apa selain menjaga hubungan dan kewibawaan DPR. Kalau bisa tanggal 5 Desember, sampaikan kepada Pak Yasonna," ujar politikus Partai Gerindra itu.
Sebelumnya, Yasonna mengatakan bahwa perjanjian terkait ekstradisi antara Indonesia dan Singapura adalah sesuatu yang baik. Pasalnya para koruptor kini tak bisa lagi kabur ke Singapura karena adanya kesepakatan ekstradisi tersebut.
"Orang-orang yang akan pergi ke Singapura melarikan diri untuk tujuan tidak bisa atau lari dari tanggung jawab pidananya, tidak dimungkinkan lagi," ujar Yasonna usai rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Tak hanya bagi koruptor, ada 31 jenis kejahatan yang tersangkanya dapat diekstradisi dari Singapura ke Indonesia. Bahkan, jumlah tersebut dapat bertambah karena perkembangan kasus dan zaman.
"Nanti dalam perkembangannya kalau ada jenis kejahatan yang lain itu bisa, sesuai dengan dinamika perkembangan zaman itu masih bisa tetap bagian dalam ekstradisi kita," ujar Yasonna.