Rabu 26 Oct 2022 16:00 WIB

Pengamat: Pasangan Capres-Cawapres Nasional-Religius Tetap Berpeluang di 2024

Sekarang ini, ideologi parpol sudah jauh bergeser ke pragmatis elektoral.

Pengamat politik dari lembaga Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan, secara simbolik formalistik sesungguhnya sosok pasangan calon presiden dan wakilnya dari kalangan nasionalis dan religius masih memiliki peluang besar pada Pemilihan Presiden 2024.
Foto: Infografis Republika.co.id
Pengamat politik dari lembaga Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan, secara simbolik formalistik sesungguhnya sosok pasangan calon presiden dan wakilnya dari kalangan nasionalis dan religius masih memiliki peluang besar pada Pemilihan Presiden 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR – Pengamat politik dari lembaga Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan, secara simbolik formalistik sesungguhnya sosok pasangan calon presiden dan wakilnya dari kalangan nasionalis dan religius masih memiliki peluang besar pada Pemilihan Presiden 2024. Hal itu setidaknya tercermin dari institusi parpol yang ada.

“Setidaknya tercermin dari institusi parpol yang ada sekarang bisa kita petakan pada dua kelompok yakni partai nasionalis dan religius yang membawa simbol keagamaan," kata dia, saat dikonfirmasi di Makassar, Rabu (26/10/2022).

Baca Juga

Hanya saja, lanjut dia, dalam praktik, perjuangan politiknya sudah mencair dan hampir sama, tanpa memperlihatkan identitas yang kuat. Sekarang ini, ideologi parpol dianggap sudah jauh bergeser ke pragmatis elektoral.

Sementara di sisi lain, cukup disayangkan karena peminat capres dari parpol yang garis ideologi perjuangannya oleh publik diragukan. Hal lain yang juga perlu dicermati, kata Syamsuddin, materi kampanye sekarang yang begitu mudah mendikotomikan seseorang dalam kelompok politik identitas dan pluralis.

Dalam hal ini, seolah-olah kaum religius akan ditarik masuk ramah politik identitas dan nasionalis adalah pluralis. Kondisi ini sesungguhnya adalah cara berpikir yang berbahaya dan bisa menyesatkan masyarakat.

"Seolah-olah orang religius itu tidak toleran. Padahal, sejatinya seseorang semakin religius, maka semakin toleran," kata dia.

Fenomena lainnya, lanjur dia, para elite secara sadar sengaja memelihara isu nasionalis religius saat Pemilu, semata-mata untuk elektoral. Padahal, rekrutmen kandidat capres oleh partai harus dipertanggungjawabkan kepada publik, karena standar integritas nya, kapasitasnya dan bukan karena ada jaminan sokongan pemodal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement