Selasa 25 Oct 2022 13:06 WIB

Update Kemenkes: 255 Kasus Gangguan Ginjal Akut Anak di 26 Provinsi, 143 Meninggal

Tingkat kematian gangguan ginjal akut cukup tinggi yakni mencapai 56 persen.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Petugas Dinas Kesehatan Solo melakukan pengecekan obat berbahan cair atau sirop saat kegiatan Sidak Apotek di Solo, Jawa Tengah, Senin (24/10/2022). Hingga Selasa (25/10/2022), Kemenkes melaporkan 255 kasus gangguan ginjal akut tersebar di 26 provinsi dan 143 di antaranya meninggal.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Petugas Dinas Kesehatan Solo melakukan pengecekan obat berbahan cair atau sirop saat kegiatan Sidak Apotek di Solo, Jawa Tengah, Senin (24/10/2022). Hingga Selasa (25/10/2022), Kemenkes melaporkan 255 kasus gangguan ginjal akut tersebar di 26 provinsi dan 143 di antaranya meninggal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan temuan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 255 kasus pada Senin (24/10/2022). Ratusan kasus teesebut tersebar di 26 provinsi Indonesia.

Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengatakan untuk fatality rate atau tingkat kematian GGAPA cukup tinggi yakni mencapai 56 persen. Mirisnya paling banyak penyakit ini ditemukan pada anak dengan usia di bawah lima tahun atau balita.

Baca Juga

"Perkembangan kasus GGAPA per 24 Oktober ada 255 kasus yang berasal dari 26 provinsi, meninggal 143 kasus, jadi case fatality rate 56 persen," kata Syahril dalam konferensi pers secara daring, Selasa (25/10/2022).

Berdasarkan sebaran data, sambung Syahril, DKI Jakarta menjadi provinsi tertinggi dengan temuan kasus dan kematiannya. "Ada penambahan 10 kasus dan dua kematian. Namun itu kasus yang terlambat dilaporkan bukan kasus baru. Ini yang terjadi pada awal Oktober 2022," ujar Syahril.

Syahril pun meminta kepada orang tua agar segera membawa anak mereka ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat apabila mengalami gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal. Adapun salah satu gejala yang paling mudah dilihat adalah adanya penurunan volume buang air kecil (BAK).

Orang tua diminta waspada jika menemukan anak berusia kurang dari 18 tahun dengan gejala oliguria (air kencing sedikit) maupun anuria (tidak ada air kencing sama sekali). Para orang tua juga diharapkan terus memantau jumlah dan warna urin yang pekat atau kecoklatan pada anak.

"Kalau urine berkurang atau berjumlah kurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam, maka pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit," ujar Syahril.

Kemenkes juga mengingatkan kepada pihak rumah sakit agar dapat melakukan pemeriksaan fungsi ginjal yakni ureum dan kreatinin. Jika hasil fungsi ginjal menunjukkan adanya peningkatan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.

 

photo
Kasus gangguan ginjal akut misterius. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement