REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengimbau kepada masyarakat agar berkonsultasi dengan dokter apabila melihat adanya gejala-gejala gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak dan tidak sembarang menggunakan obat. Beberapa gejala yang timbul antara lain seperti demam, gangguan pencernaan seperti muntah dan diare, gangguan pernapasan seperti batuk dan pilek.
“Waspada perlu tapi kalau anak sakit enggak usah cemas berlebihan, tapi upayakan sesegera mungkin membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat agar mendapatkan penanganan,” katanya pada Sabtu (22/10/2022).
Kemudian, ia melanjutkan masyarakat harus diberi edukasi terkait cara mengatasi beberapa penyakit seperti batuk dan demam pada anak tanpa harus menggunakan obat cair. Masalahnya, menurut Rahmad selama ini masyarakat bahkan para tenaga medis sudah sangat terbiasa dengan obat sirup.
Ditambahkannya, informasi mengenai beberapa jenis obat yang biasa digunakan sebagai alternatif penggunaan obat sirup harus disampaikan ke masyarakat, seperti kapsul, tablet, racikan, injeksi hingga suppositoria yang biasa diberikan melalui anus.
Hal ini harus dijadikan perhatian terlebih sebelumnya, obat batuk dan penurun panas berbentuk cair dan sirup anak bisa didapatkan dengan mudah tanpa resep. “Selama ini kan obat sirup atau cair digunakan para orang tua mana kala anaknya sakit. Apalagi, obat cair itu diperjualbelikan secara bebas. Nah, ini harus jadi perhatian, bagaimana solusinya menurunkan panas pada anak tanpa obat cair. Masyarakat harus diedukasi tentang hal ini,” tambah Legislator Dapil Jawa Tengah V tersebut.
Rahmad menegaskan hal penting lainnya yang harus dihindari adalah kesimpangsiuran informasi menyangkut penyakit gagal ginjal akut pada anak. Munculnya penyakit gagal ginjal akut ini memang ujian berat yang harus dihadapi.
Apalagi, katanya, sampai saat ini, belum diketahui apa sebenarnya pemicu munculnya penyakit yang kebanyakan menyerang anak balita ini. Jangan sampai akibat informasi yang simpang siur menimbulkan kepanikan serta rasa takut pada masyarakat. "Untuk itu kita dorong orang tua aktif mengikuti siaran informasi dari pemerintah tentang kasus ini. Kita berharap tentunya dalam waktu tidak lama lagi, pemerintah yang bekerja sama dengan negara lain saat ini tengah melakukan penelitian dan investigasi secara epidemiologi, bisa mengetahui penyebab munculnya penyakit ini. Sehingga bisa ditemukan obat penawarnya serta langkah preventifnya," kata dia.
Diketahui, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak sejak akhir Agustus 2022 lalu.
Merujuk pada data Kementerian Kesehatan RI, hingga 18 Oktober 2022 terdapat 206 kasus yang berasal dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. Sementara itu, kasus 70 anak meninggal dunia akibat gagal ginjal juga ditemukan di Gambia, Afrika Barat, dan dilaporkan berkaitan dengan konsumsi obat yang tercemar etilen glikol dan dietilen glikol yang melampaui batas wajar.
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri tengah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut di Indonesia.
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes telah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair/sirup. Hal yang sama juga ditujukan kepada seluruh apotek agar tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.