REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Komunikasi Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menyoroti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal politik uang sulit dihindari saat Pemilu 2024. Menurut Nyarwi, pernyataan itu cukup masuk akal karena rakyat akan mudah tergoda dengan uang lantaran kondisi ekonominya makin sulit akibat inflasi dan ketidakpastian global.
Kendati begitu, kata Nyarwi, kemunculan politik uang pada Pemilu 2024 lebih ditentukan oleh perilaku elite politik atau kontestan pemilu. "Politik uang dapat terus menghantui pemilu di Indonesia jika elite-elite yang menjadi kandidat dalam pemilu masih terus mengandalkan politik uang, terlepas dari apa pun bentuknya, untuk memobilisasi pemilih," kata Nyarwi dalam keterangannya, Kamis (20/10/2022).
Untuk menekan praktik politik saat Pemilu 2024, Nyarwi menyebut ada sejumlah cara. Beberapa di antaranya adalah meningkatkan pengawasan, mengoptimalkan penegakan hukum terhadap pelaku, dan meningkatkan pendidikan politik masyarakat soal peran pentingnya dalam demokrasi.
Dalam paparannya, Nyarwi juga menyebut bahwa perbaikan kondisi ekonomi masyarakat turut jadi faktor pencegah praktik politik uang. "Menghilangkan perilaku politik uang dalam pemilu tentu saja tidak cukup hanya dengan pengawasan dan penegakan hukum pada mereka yang menjalankan atau yang menerima politik saja," kata Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies itu.
Sebelumnya, Mahfud MD mengaku optimistis Pemilu 2024 bakal terselenggara sesuai jadwal. Hanya saja, ia pesimistis pesta demokrasi itu terhindar dari praktik politik uang.
"Bahwa akan terjadi politik uang dan sebagainya, itu masih sangat sulit dihindari," kata Mahfud saat berdiskusi dengan Rocky Gerung di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, yang ditayangkan di channel YouTube RGTV Channel ID, Senin (17/10).
Lantaran sulit menghindari politik uang, Mahfud pun ragu Pemilu 2024 bisa sukses secara substantif sesuai UUD 1945. Pasalnya, pilihan rakyat akan terpengaruh oleh uang yang disodorkan oleh kontestan pemilu.
"Kalau itu iya, bahwa pemilu akan diikuti oleh rakyat yang banyak bisa dibujuk oleh uang," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud menjelaskan, politik uang sulit dihindari karena pendapatan rakyat Indonesia masih kecil. Penjelasannya ini mengacu pada pernyataan mantan Wakil Presiden Boediono saat dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Gajah Mada (UGM).
"Pak Budiono mengatakan, jangan harap dong pemilu kita menjadi substantif kalau pendapatan per kapita belum mencapai 5.500 (dolar AS). Itu pasti jual beli (suara) lah, kata Pak Budiono," ujar Mahfud.
Untuk diketahui, Data CEIC menyebut pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2021 adalah sebesar 4.349,17 dolar AS. Dengan mengacu pada pernyataan Budiono itu, Mahfud meyakini Pemilu 2024 bakal diwarnai politik uang, tapi praktik itu bakal terus berkurang seiring berjalannya waktu dan terus naiknya pendapatan per kapita Indonesia.
Mahfud menyebut, berdasarkan perhitungan McKinsey, sebuah biro konsultansi manajemen global, pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai 23.900 dolar AS pada 2045. "Jadi, (pendapatan per kapita) mencapai 5.000 dolar AS, ya saya kira pada tahun 2035, lah," ujarnya.