REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), A Khoirul Umam, menilai wacana pengusungan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto bakal memunculkan tantangan pada basis elektoral. Hal tersebut mengingat Ganjar dan Airlangga dikenal sebagai sosok yang kurang merepresentasikan politik Islam.
Sebab, keduanya lebih dekat dengan politik nasionalis. "Kedua, Ganjar-Airlangga cukup kuat di sisi garis ideologi nasionalis," kata Umam dalam keterangannya, Rabu (19/10/2022).
Umam mengatakan dua partai anggota KIB memang bercorak Islam yakni PAN dan PPP. Namun, kedua partai tersebut akan menghadapi dilema ketika KIB memutuskan untuk mengusung Ganjar-Airlangga.
"Dalam konteks ini, benarkah PPP dan PAN bisa bisa menerima komposisi tersebut? Mengingat dukungan mereka terhadap komposisi capres yang lebih berat garis ideologis nasionalis berpeluang mempengaruhi sikap basis pemilih loyal mereka yang bercorak politik Islam," ujarnya.
Menurutnya pengusungan Ganjar-Airlangga berpotensi membuat dukungan elektoral kedua partai tersebut melemah. Hal itu sebagai dampak dari KIB yang condong pada garis politik nasionalis.
"Jika PPP dan PAN mau mendukung, artinya mereka siap dengan segala konsekuensi, termasuk potensi split ticket voting yang pada akhirnya berdampak pada melemahnya basis pemilih loyal masing-masing partai politik Islam," ucapnya
Selain itu, menguatnya wacana pengusungan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto oleh Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) semakin membuktikan arah politik KIB.
"Orientasi politik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) semakin tidak bisa ditutup-tutupi, bahkan koalisi ini memang dipersiapkan untuk mendukung Ganjar Pranowo," tutur Umam.
Meski demikian, Umam menyebut adanya persoalan lain ketika KIB hendak mengusung Ganjar Pranowo yakni komposisi capres-cawapres dan posisi politik PDIP.
"Ganjar-Airlangga memang cukup menjanjikan. Namun, ada dua pertimbangan yang belum dikalkulasikan. Pertama, benarkah PDIP mau memberikan cek kosong kepada Ganjar, dengan melupakan Puan Maharani begitu saja?" tegas Dosen Universitas Paramadina itu.