Selasa 18 Oct 2022 12:15 WIB

Sandang Pangkat Jenderal, Yehu Wangsajaya tak Risih Naik Transportasi Umum

Sejak 2013, Brigjen Yehu rutin naik kendaraan umum, termasuk angkot ke tempat kerja.

Analis Kebijakan Utama Bidang Jemen Itwasum Polri, Brigjen Yehu Wangsajaya.
Foto: Dok Humas Polda Kalsel
Analis Kebijakan Utama Bidang Jemen Itwasum Polri, Brigjen Yehu Wangsajaya.

REPUBLIKA.CO.ID, Pagi itu, Yehu Wangsajaya bersiap berangkat dari rumah menuju tempat kerja. Rumah tersebut sudah ditempatinya sejak 2010. Pagar rumah bercat putih tiba-tiba terbuka. Tidak berselang lama, penghuni rumah langsung menutup pintu dan berjalan kaki.

Dia tidak mengeluarkan mobil atau sepeda motor dari rumah tingkat dengan lebar enam meter tersebut. Rumahnya terbilang sederhana bagi ukuran perwira tinggi (pati) Polri. Letaknya berada di Komplek Kostrad, Kelurahan Tanah Kusir, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).

Dengan memakai baju putih dan celana hitam, Yehu yang membawa tas selempang menutup pagar pintu rumahnya. Dengan santainya, jenderal bintang satu ini kemudian berjalan kaki menyusuri jalanan lingkungan di sekitar rumahnya. Jarak dari rumah ke halte terdekat sekitar 200 meter.

Setelah naik bus Transjakarta, ia transit hingga melanjutkan perjalanan menggunakan MRT Jakarta dan turun di Stasiun ASEAN. Selanjutnya, Yehu berjalan kaki sebentar menuju Mabes Polri yang jaraknya sekitar 150 meter dari stasiun. Dia pun menuju ke lantai tiga di salah satu gedung Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kecamatan Kebayoran Baru, Jaksel.

Di situlah, Yehu yang sekarang menjabat Analis Kebijakan Utama Bidang Jemen Itwasum Polri sehari-hari berkantor. Dan, aktivitas naik transportasi umum dari rumah ke kantor hampir dilakukannya saban hari.

"Saya melakukan ini rutin sejak tahun 2013. Jadi rumah saya ke halte Transjakarta itu 200 meter, dekatlah. Dari situ, sambung ke MRT sampai Mabes, aman tidak ada macet. Kadang-kadang naik angkot," kata Yehu kepada Republika di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Video perjalanan dari rumah menuju ke kantor, dengan jalan kaki, naik bus Transjakarta, dan beralih MRT Jakarta, dan lanjut jalan kaki ke Mabes Polri sempat viral di Twitter maupun Tiktok. Ternyata, video itu merupakan cuplikan wawancara Yehu di channel Youtube FK Communication berjudul 'Jenderal Bersahaja di Tengah Hedonisme Polri'.

Saat dikonfirmasi Republika, Yehu merasa tidak masalah harus berangkat kerja menggunakan transportasi umum. Menurut dia, keuntungan berangkat dan pulang kantor naik transportasi publik adalah biaya murah dan antimacet. Dia juga tidak merasa turun derajat, menyandang status bintang, sampai harus naik angkot. "Ya kita harus hidup sesuai lah," ujar alumnus Akpol 1989 ini.

Sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan kepada petinggi Polri untuk tidak menampilkan gaya hidup mewah, ia mengaku, sudah melakukannya jauh-jauh hari. Bahkan, pesan tersebut sudah kerap kali didengarnya dari pimpinan negara maupun komandan sejak era ABRI ketika Polri masih bergabung dengan TNI.

Karena itu, ia tidak gengsi sedikit pun naik transportasi umum. Apalagi, setelah Jakarta memiliki MRT sehingga naik transportasi berbasis rel tersebut sangat menguntungkan daripada mengendari mobil pribadi. Yehu malah mendapatkan keuntungan dengan waktu tempuh lebih singkat ke kantor jika naik transportasi umum.

"Tidak ada masalah, karena saya kalau berangkat itu tidak pakai baju seragam. Seragam saya taruh di kantor, nanti ganti. Kalau pun pernah pakai seragam, ya cuma dilihat-lihat saja sama penumpang lain," kata mantan Kapolres Minahasa tersebut.

Termasuk ketika ia dimutasi sebagai Kabag Pengembangan Multi Media Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pada 2013-2017, tetap naik bus Transjakarta dari rumah menuju Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dengan berkantor di Lemhannas maka opsi naik angkutan umum malah lebih banyak. "Harusnya Jakarta seperti itu, khususnya Jakarta yang sudah (punya) MRT. Saya ketika Lemhannas dulu 2013, naik busway, mudah itu, dan cepat," kata Yehu.

Dia malah bangga bisa menjadi pengguna rutin transportasi publik setiap hari. Dia pun membagikan pengalamannya ketika menempuh pendidikan di luar negeri, yaitu di Amerika Serikat (AS) dan di Tokyo, Jepang. Yehu mengaku, mendapatkan pelajaran berharga ketika tinggal di negara maju, warganya bepergian malah lebih senang memakai transportasi umum daripada kendaraan pribadi.

Dia membagikan cerita ketika dalam sesi kelas, seluruh peserta dari berbagai negara akan diajak pengajar untuk berkeliling ibu kota Jepang tersebut. Yehu pun bertanya kostum yang harus dipakai. Dia kaget ketika diberitahu jika seluruh siswa polisi dibolehkan memakai baju biasa saja. Yehu akhirnya sadar, ternyata mereka tidak naik bus atau mobil ketika berkeliling Tokyo.

"Jadi saya masuk kampus, sampai kampus 'hari ini kan akan city tour, kita keliling Kota Tokyo. Rupanya diajak jalan kaki, naik MRT, naik angkutan umum, dan tidak ada yang komplain, semua senang," kata eks Kepala Sekretariat Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu.

Yehu pun bercakap dengan peserta city tour dari negara lain. Akhirnya, didapat kesimpulan jika di negara maju, khususnya di kota-kota besar, penggunaan transportasi publik menjadi sebuah kebutuhan. Dia menegaskan, aktivitasnya naik transportasi umum sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari.

Menurut Yehu, pengalaman seru yang didapatkan dari pendidikan di Jepang ikut membentuk kepribadiannya sehari-hari. Yehu pun mengajak semua lapisan masyarakat untuk memanfaatkan layanan transportasi publik yang tersedia di Ibu Kota. "Saya pikir mesti gitu, bangsa Indonesia. Kita tinggalkan angkutan pribadi itu," ujarnya.

Yehu menyadari, tindakannya itu seperti anomali lantaran memilih berjalan di kesunyian. Yehu menyebutkan, ia sudah terbiasa beraktivitas seperti warga umumnya yang memilih naik transportasi publik karena sejak kecil sudah hidup susah. Berstatus yatim piatu hingga dirawat paman, ia menganggap, status pati Polri tidak perlu harus membuatnya bergaya hidup mewah.

Karena itu, ia merasa tidak pantas untuk bergaya hidup mewah dan sudah tepat jika berangkat kerja memilih naik transportasi umum. Selain sebagai ungkapan syukur, Yehu menganggap, kebiasannya itu juga untuk menunjukkan sisi lain pribadi petinggi Polri yang bisa berbaur dengan rakyat kecil, karena di angkutan umum maupun di gang menuju rumah bisa berinteraksi dengan mereka.

"Polisi itu pelayan dan pelindung masyarakat. Kalau saya jalan masuk kampung, masih banyak masyarakat hidupnya sederhana. Batin saya bilang 'kalau saya melebihi mereka gaya hidup saya sebagai polisi kan disumpah, masyarakat kan bos, harus di atas saya dunk'. Kenyataannya masih ada yang hidupnya susah, saya itu beruntung," kata Yehu.

Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit mengingatkan seluruh jajarannya untuk bisa menerapkan gaya hidup sederhana dan tidak hedonis. Mantan Kepala Bareskrim Polri itu berpesan agar personel Polri semua tingkatan turut memperhatikan segala sikap dan perilaku agar tidak disorot di masyarakat. "Jadilah teladan bagi anggota di lapangan. Biasakan perilaku hidup sederhana dan tidak hedonis," ujarnya belum lama ini.

Presiden Jokowi juga sempat menyinggung gaya hidup sebagian anggota Polri yang menunjukkan kemewahan di depan masyarakat. Dia pun meminta seluruh jajaran Polri bisa menahan pola hidup seperti itu. Apalagi, pada era media sosial (medsos) kala setiap orang bisa mengakses kehidupan pribadi semua pihak, termasuk petinggi Polri.

"Saya ingatkan masalah gaya hidup, life style, jangan sampai dalam situasi yang sulit ada letupan-letupan sosial karena adanya kecemburuan sosial ekonomi, kecemburuan sosial ekonomi, hati hati," kata Jokowi saat mengumpulkan ratusan pejabat Polri mulai Kapolres hingga Kapolri di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (14/10/2022).

"Saya ingatkan yang namanya Kapolres, Kapolda yang namanya seluruh pejabat utama, perwira tinggi ngerem total, masalah gaya hidup, jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati," kata Jokowi dalam tayangan yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement