Ahad 16 Oct 2022 12:11 WIB

Dalam Kasus Lesti, Mengapa Istri Korban KDRT Tetap Kembali ke Suami? Ini Kata Yenny Wahid

Kasus KDRT Lesti Kejora menunjukkan pentingnya pendampingan korban

Ketua Organizing Comittee (OC) NU Women, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, menyatakan korban KDRT pada dasarnya membutuhkan pendampingan.
Foto: Thoudy Badai_Republika
Ketua Organizing Comittee (OC) NU Women, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, menyatakan korban KDRT pada dasarnya membutuhkan pendampingan.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA— Ketua Organizing Comittee (OC) NU Women, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid menyebut korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) perlu dilakukan pendampingan.

“Korban KDRT perlu mendapatkan konseling pendampingan, tapi syaratnya dia sendiri mau didampingi, terutama keluarganya harus bisa mengarahkan agar korban mau didampingi,” ujar Yenny di Jakarta, Ahad (16/10/2022).

Baca Juga

Jika tidak dilakukan konseling, Yenny mengkhawatirkan lingkaran kekerasan dalam rumah tangga akan terus berulang. NU Women, kata dia, bekerja sama dengan Kementerian PPPA akan menyelenggarakan program pendampingan di sejumlah pondok pesantren.

“Kami akan melatih, terutama para istri kiai di pesantren, aktivis pesantren agar dapat memberikan pendampingan bagi korban KDRT sehingga, lingkaran KDRT di keluarga tidak terus berputar. Jika tidak, lingkaran setan yang terus berputar ini tidak akan selesai dan akan terus terjadi KDRT,” katanya.

Yenny mengaku tidak kaget dengan keputusan penyanyi Lesti Kejora yang kembali ke pelukan suaminya Rizky Billar meskipun sudah mendapatkan tindak kekerasan.

Menurut dia, hampir 50 persen korban KDRT akan kembali kepada pasangannya. Ada banyak faktor yang membuat hal itu terjadi, mulai dari ketergantungan secara finansial, ketergantungan secara emosi, ketakutan kalau harus memulai hidup baru sendiri, dan lainnya.

“Sehingga, korban tersebut lebih memilih untuk menoleransi perlakuan kasar yang didapatkannya, kekerasan yang didapatkannya daripada mengambil risiko untuk hidup sendiri, apalagi kalau punya anak. Nah, pasti ada perasaan ini bapaknya anakku, yang paling penting adalah korban KDRT harus diberikan pendampingan itu tadi. Memberikan ruang bagi mereka untuk bisa berpikir jernih dan dibimbing supaya tidak takut menghadapi risiko-risiko ke depan,” paparnya.

Yenny menegaskan kekerasan tidak bisa ditoleransi, apalagi kekerasan yang dialami diri sendiri sehingga, harus berani untuk memutus mata rantai kekerasan tersebut, dan harus dimulai dari diri sendiri.

“Yakinlah bahwa siapapun korban itu akan mendapat dukungan dari orang-orang di sekelilingnya. Kalau butuh, saya pribadi, siapapun yang kena KDRT silakan kalau mau konsultasi. Jangan takut, jangan ragu, karena tidak ada orang yang berhak untuk mendapatkan perlakukan kasar dan diperlakukan dengan menggunakan kekerasan. Kita harus belajar mencintai diri kita sendiri dulu,” imbuh dia.

Yenny mengimbau para perempuan jangan terjebak dalam lingkaran KDRT, karena anaknya akan belajar pola kekerasan yang ada di dalam hidupnya. Tentu saja hal itu tidak mendidik dan akan mengganggu pertumbuhan anak ke depannya.

“Jadi, para ibu yang menjadi korban KDRT, pikirkan kualitas untuk anaknya, nanti jangan mau berada di lingkungan yang isinya KDRT,” ucap Yenny.    

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement