REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada titipan penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) tanpa melalui seleksi. Hal itu dikonfirmasi tim penyidik KPK melalui pemeriksaan saksi Tugiyo selaku guru Madrasah Tsanawyiah Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung di Gedung Merah Putih KPK. Kesaksian ini merupakan bagian dari kelanjutan kasus korupsi yang melibatkan Rektor Unila Prof Karomani.
Merespons hal tersebut, Ketua Ikatan Alumni Universitas Lampung (IKA Unila) Jabodetabek Samsudin mengatakan, sejatinya rektor tidak boleh semena-mena dalam menetapkan biaya masuk, apalagi meloloskan mahasiswa masuk tanpa melalui tes. Ia menekankan bahwa kampus ini adalah perguruan tinggi negeri.
"Ini bukan punya prbadi, ini milik masyarakat. Artinya segala bentuk pungutan harus dihindarkan sedemikian rupa. Kejadian ini tentu sangat menodai perguruan tinggi, dan ini tidak boleh terjadi lagi," ujar Samsudin yang kini juga menjabat sebagai staf ahli Bidang Hukum Kementerian Pemuda Olahraga kepada Republika.co.id, Kamis (13/10/2022).
Ia pun mengusulkan sejumlah langkah agar penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri ini tidak ada lagi kecurangan. Pertama, jelas Samsudin, ia berharap jalur penerimaan mahasiswa baru transparan dengan melibatkan penggunakan IT (teknologi informasi). "Sekarang ini digitalisasi sudah bisa digunakan untuk penerimaan mahasiswa dan hasilnya sudah bisa terlihat langsung, siapa yang diterima dan tidak," jelasnya.
Dengan cara seperti itu, masyarakat akan puas karena penyeleksian dilakukan secara terukur. Hal yang tak kalah penting adalah melibatkan para ahli dalam pembuatan soal-soal.
Kedua, kata ia, perlu dihidupkan lagi pelatihan atau penataran dari mulai para dosen. Penataran diberikan untuk menanamkan pendidikan karakter, akhlak dan kejujuran agar kampus ini kembali ke asalnya sebagai teladan utama. "Pun ke mahasiswa baru juga perlu diberi pelatihan karakter dan akhlak agar tidak semena-mena atau berbuat curang selama bergaul di kampus," jelasnya.
Ketiga, ia mengusulkan agar perlunya ditetapkan kisaran yang harus dibayarkan orang tua, khusus untuk jalur mandiri. Jangan begitu saja dilepaskan ke perguruan tinggi. "Kemendikbud harus menetapkan berapa kisaran uang untuk fakultas -fakultas tertentu, jadi setiap kampus meski berbeda-beda, tapi ada ukuran internal yang harus dibayarkan oleh orang tua," jelas Samsudin yang menekankan tidak boleh ada lagi pungutan ilegal.
Ia pun kembali menyayangkan atas apa yang terjadi di Unila. Kasus ini merupakan noda hitam. "Saya berharap tidak terulang lagi kejadian memalukan bagi Universitas Lampung. sebuah noda hitam di perguruan tinggi di Indonesia."
Pemeriksaan Tugiyo
Sebelumnya Tugiyo diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru pada Unila tahun 2022 yang menjerat Rektor Unila nonaktif Karomani (KRM) sebagai tersangka.
KPK telah menetapkan empat tersangka terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni KRM, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB). Sementara itu,pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi (AD).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, KRM yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait dengan mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara personalterkait dengan kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan kepada pihak universitas.