Rabu 12 Oct 2022 18:43 WIB

Komnas HAM: Tak Ada Kerusuhan Sebelum Tembakan Gas Air Mata Polisi di Kanjuruhan

Suporter Aremania ke lapangan tak buat rusuh, tapi peluk pemain.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Komisioner Penyelidikan atau Pemantauan Komnas HAM  Mohammad Choirul Anam (kanan) bersama Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Beka Ulung Hapsara (kiri) memberikan keterangan kepada media terkait hasil temuan awal Komnas HAM atas Tragedi Kemanusiaan Stadion Kanjuruhan di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Dalam keterangannya Komnas HAM menilai penyebab utama tragedi Kanjuruhan ialah penggunaan gas air mata.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Komisioner Penyelidikan atau Pemantauan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kanan) bersama Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Beka Ulung Hapsara (kiri) memberikan keterangan kepada media terkait hasil temuan awal Komnas HAM atas Tragedi Kemanusiaan Stadion Kanjuruhan di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Dalam keterangannya Komnas HAM menilai penyebab utama tragedi Kanjuruhan ialah penggunaan gas air mata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tak menemukan adanya peristiwa kerusuhan, pun eskalasi ancaman keamanan tinggi usai pluit panjang akhir pertandingan sepak bola antara Arema FC Vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, di Jawa Timur (Jatim), Sabtu (1/10).

Dari hasil investigasi Komnas HAM atas tragedi kemanusian yang menewaskan 132 penonton di Kanjuruhan itu, hanya menemukan reaksi sentimental para suporter klub tuan rumah, atas kekelahan 2-3 dari kesebalan seturunya itu.

Baca Juga

Kordinator Investigasi Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengungkapkan, dari penyelidikan yang dilakukan timnya menemukan sejumlah fakta praperistiwa penyerangan gas air mata yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Salah satunya, kata Anam mengungkapkan temuan adanya aksi para suporter Arema, yang turun dari tribun penonton dan nekat masuk ke lapangan usai laga.

Akan tetapi kata Anam, aksi nekat penonton tersebut, bukan suatu ancaman. “Bahwa sekitar 14 sampai 20 menit pascapluit panjang tanda pertandingan selesai dibunyikan, kondisi dan situasi di Stadion Kanjuruhan masih terkendali,” ujar Anam, Rabu (12/10).

Pertandingan antara Arema Vs Persebaya, berakhir sekitar pukul 22:00 WIB. Anam mengatakan, setelah pertandingan selesai, tradisi para pemain Arema di kandangnya sendiri, akan melakukan aksi permohonan maaf kepada para suporter, jika mengalami kekalahan.

Seremoni kekelahan tersebut mendapat respons sentimentil oleh para fans. Yaitu dengan berlari ke tengah lapangan menemui para pemain. Aksi nekat penonton masuk ke lapangan tersebut, memang satu kesalahan tersendiri. Akan tetapi, menurut Anam, situasi saat itu, tak ada ancaman.

“Sejumlah Aremania (suporter Arema) menghampiri pemain, dan memeluk pemain-pemain Arema untuk tujuan memberikan semangat, menyampaikan dukungan, ‘Salam Satu Jiwa’, ada yang saling menangis,” kata Anam.

Bahkan menurut penelusuran via wawancara langsung, kata Anam, para pemain pun turut menangis, terharu dengan reaksi sentimentil para suporter. Terutama kata Anam, para pemain-pemain Arema, yang memiliki emosional kedaerahan, karena kalah di kandang sendiri.

Namun Anam menegaskan, dari semua situasi tersebut, tak ada fakta peristiwa yang memunculkan eskalasi tinggi. “Standing kami (kesimpulan Komnas HAM) tetap di situ. Bahwa teman-teman dari Aremania, mereka hanya datang (masuk ke lapangan) mendatangi pemain, menyampaikan dukungan, menyampaikan semangat. Itu terkonfirmasi dari banyak video dan keterangan wawancara yang kami dapatkan,” ujar Anam.

Penggalian fakta peristiwa atas aksi sentimental para suporter itu, pun kata Anam, didapatkan dari para keamanan panitia lokal, yang melakukan penyisiran terhadap suporter yang berusaha memeluk para pemain Arema. “Kami mendapatkan informasi tentang prakondisi tersebut,” terang Anam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement