Ahad 09 Oct 2022 18:05 WIB

Pengamat Kritik Terpilihnya Heru sebagai Gubernur DKI

Kasus-kasus lama dikhawatirkan mengganggu kinerja Heru.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus raharjo
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengkritik, terpilihnya Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta 2022-2024. Heru, yang menggantikan Gubernur DKI Anies Baswedan pada 16 Oktober nanti, dinilainya kurang tepat menjabat DKI.

“Seorang penjabat apalagi satu daerah yang berstatus ibu kota harus bersih dari segala macam kasus yang merintanginya,” kata Abdul saat dihubungi, Ahad (9/10/2022).

Baca Juga

Heru, sempat diperiksa KPK pada masa kepemimpinan sebelumnya terkait kasus suap reklamasi laut Jakarta. Heru, juga diduga terlibat dalam kasus pengadaan tanah Munjul.

Abdul menambahkan, seorang penjabat di suatu daerah harus bebas dari berbagai kasus demi menjalankan tugas sebagai pemimpin yang baik. Dia khawatir, kasus-kasus yang lama dan belum selesai hingga sekarang itu, bisa mengganggu kinerja Heru.

“Seharusnya Presiden mempertimbangkannya matang-matang agar tidak membuat keriuhan politik,” tutur dia.

Jikalau ada keriuhan nantinya, Jokowi, kata Abdul, harus menjadi penanggung jawab dan menyelesaikannya, selain dari Heru itu sendiri.

Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, penunjukan Heru Budi Hartono sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta merupakan langkah tepat. Ia menilai Heru memiliki berkinerja baik selama dekat dengan Presiden Jokowi.

Menyoal kekhawatiran masyarakat atau kasus lama yang dikaitkan dengan suap reklamasi atau pengadaan tanah DKI, pihaknya tak mau banyak berkomentar. “Kalau memang ada bukti kuat ya proses hukum yang menentukan itu. Jadi prinsipnya, kalau iti isu benar, silahkan dibuktikan,” kata Gembong.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement