Kamis 06 Oct 2022 15:03 WIB

Penggunaan Gas Air Mata Kerap Dikritik, Tapi Aparat Selalu Berdalih Itu Diskresi

PBHI ada komando mengapa aparat serentak menembakkan gas air mata ke penonton.

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). Polda Jatim mencatat jumlah korban jiwa dalam kerusuhan tersebut sementara sebanyak 127 orang.
Foto:

Penggunaan kekerasan oleh aparat di Kanjuruhan bahkan sampai menuai kritik dunia luar. Harian New York Times bahkan sampai membuat laporan khusus soal anggota polisi yang kurang terlatih saat mengendalikan massa di Kanjuruhan.

Merespons kritik itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, Polri melakukan analisis dan evaluasi secara rutin setiap kejadian yang menyangkut keamanan melibatkan massa seperti Tragedi Kanjuruhan.

"Setiap kejadian selalu dievaluasi dilihat secara utuh tiga hal terkait sistem hukum (legal system)" kata Dedi, Rabu.

 

Dedi pun menjelaskan terkait tiga sistem hukum yang dianut Polri dalam melakukan analisis dan evaluasi setiap bila ada kejadian, yang pertama substansi atau instrumen hukumnya. Kedua, struktur hukumnya dan yang ketiga budaya hukumnya.

Ia juga menyinggung terkait diskresi yang dimiliki oleh anggota Polri.

"Dan diskresi kepolisian secara universal bahwa setiap polisi berdasarkan penilaiannya dapat mengambil tindakan yang tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku," ujarnya.

Ketiga instrumen sistem hukum tersebut, dan diskresi itu, kata dedi, dilakukan analisis dan evaluasi yang akan terus dilatih oleh jajaran Polri. Terkait tudingan impunitas Polri, Dedi menegaskan, bahwa pertanggungjawaban secara personal terus dilakukan kepada anggota yang kedapatan melakukan pelanggaran baik secara pidana maupun Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

"Setiap kesalahan yang dilakukan oleh personel sesuai pertanggungjawaban personal akan ditindak sesuai peraturan yang berlaku baik pidana dan KKEP," kata Dedi.

 

 

Adapun, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan, peristiwa ini akan menjadi evaluasi bagi TNI ke depannya. Tragedi ini, kata dia, menunjukkan bahwa arahan yang disampaikan terkait batas kewenangan TNI dalam pengamanan pertandingan tidak dilaksanakan dengan baik.

Andika menjelaskan, sanksi tegas akan diberikan kepada prajurit yang terbukti bertindak berlebihan kepada suporter. Menurutnya, tindakan prajuritnya tersebut sudah memenuhi unsur pidana, yakni di antaranya Pasal 351 KUHP dan KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer) Pasal 126.

 "Saya berusaha untuk tidak etik. Karena etik ini apabila tadi, ada memang syarat-syaratnya. Bagi saya itu sudah sangat jelas, itu pidana," kata Andika di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu.

Pihaknya telah memeriksa lima prajurit yang melakukan tindakan berlebihan kepada suporter dalam kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Dari lima prajurit tersebut, empat di antaranya telah mengakui perbuatannya.

"Sejauh ini yang prajurit kita periksa ada lima. Periksa ini karena sudah ada bukti awal. Dari lima ini, empat sudah mengakui. Tapi satu belum," kata Andika.

Andika menegaskan tak akan menyerah untuk menggali berbagai informasi terkait tindakan prajuritnya yang berlebihan saat pertandingan Arema FC melawan Persebaya. Selain itu, pihaknya juga tengah memeriksa unsur pimpinan.

"Karena mereka ini kan sersan II ada empat orang dan prajurit I satu orang. Kita memeriksa juga yang lebih atasnya. Prosedur apakah yang mereka lakukan? Apakah mereka sudah mengingatkan? Dan ini sampai dengan tingkat komandan batalyon-nya yang ada juga di situ," jelas Andika.

 

photo
Catatan kerusuhan suporter di Indonesia - (republika)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement