REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. Keputusan tegas tersebut buntut dari penegakan sanksi dan hukuman disiplin terhadap anggota Polri terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim).
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, Kapolri juga memerintahkan Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Nico Afinta menonaktifkan sembilan pejabat tinggi di kepolisian wilayah tersebut. “Malam ini juga Bapak Kapolri mengambil keputusan untuk melakukan penonaktifan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat,” kata Dedi di Malang, Jatim, Senin (3/10/2022).
Keputusan pencopotan tersebut sudah tertuang dalam ST Kapolri 2098/X/KEP/2022. Dalam Surat Telegram (ST) tersebut juga menjelaskan untuk menempatkan AKBP Putu Kholis sebagai Kapolres Malang yang baru. “AKBP Ferli Hidayat dinonaktifkan dan dimutasikan sebagai Pamen SSDM Polri,” kata Dedi.
Irjen Dedi melanjutkan, dalam perintah Kapolri itu, Sigit juga memerintahkan Kapolda Jatim untuk mencopot sembilan perwira di Polres Malang. Mereka yang dicopot adalah Danyon AKBP Agus Waluyo, Danki AKP Hasdarman, Danton Aiptu M Solihin, Aiptu M Samsul, Aiptu Ari Dwiyanto, Danki AKP Untung, Danton AKP Danang, Danton AKP Nanang, dan Danto Aiptu Budi.
“Pencopotan tersebut seperti yang diperintahkan oleh Bapak Kapolri,” ujar Dedi. Terhadap sembilan perwira pertama tersebut, pun dikatakan masih dalam pemeriksaan oleh Propam dan Inspektorat Khusus (Itsus).
Polri kembali menjadi sasaran kritik publik pascaterjadinya tragedi kemanusian di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim. Dalam peristiwa usai pertandingan antara Arema FC Vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022), sedikitnya 125 penonton dan suporter pada laga tersebut tewas. Sebanyak 445 orang lainnya juga mengalami luka-luka berat dan ringan.
Tragedi itu disebabkan penggunaan gas air mata yang dilakukan satuan pengamanan terhadap para penonton yang dinilai melakukan protes dan kerusuhan. Penggunaan gas air mata itu memicu ribuan penonton bubar dengan cara berdesak-desakan di pintu keluar stadion.
Tak sedikit mereka yang tewas disebabkan kehabisan oksigen dan sesak karena paparan gas air mata. Mereka yang tewas juga banyak karena terinjak-injak oleh penonton lain.
Langkah aparat dalam kerusuhan itu dinilai salah. Statuta FIFA yang menjadi kewajiban di semua negara, melarang pengamanan di dalam stadion menggunakan gas air mata, ataupun senjata tajam yang berbahaya bagi penonton.