REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mabruroh, Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Flori Sidebang
Pengumuman Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024 oleh Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dinilai tak lepas dari isu pengusutan kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan Formula E oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, pakar hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad berpendapat, KPK tidak bisa menjegal Anies ke Pilpres 2024
“Peluang menjegal Anies tidak bisa karena tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan Anies (dalam kasus Formula E),” kata Suparji, Senin (3/10/2022).
Suparji meminta agar KPK menjunjung tinggi independensi, objektivitas dan agar tidak menjadi alat bagi siapa pun. Termasuk dalam kasus dugaan korupsi di Formula E, jika tidak ada pidana dalam Formula E maka kasus harus segera dihentikan.
“Dalam pekerjaan tersebut tidak ada unsur-unsur pidananya, jadi ya (harus) dihentikan karena tidak ada bukti-bukti perbuatan pidana,” kata dia.
Analis Politik sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, juga menilai langkah Partai Nasdem mengumukan Anies sebagai capres untuk membela Anies di tengah isu kasus Formula E yang sedang digarap KPK. Selain itu, Nasdem juga dimilai ingin memanfaatkan efek ekor jas (coat-tail effect).
"Kalau sekarang urusan KPK tidak hanya dengan Anies, urusannya sama Nasdem," kata Pangi kepada Republika, Senin.
"Artinya KPK tidak lagi berhadapan dengan Anies saja, juga akan berhadapan dengan Nasdem," imbuhnya.
Pangi menilai Partai Nasdem pintar melihat peluang. Dengan cepat partai yang dibentuk Surya Paloh itu mengusung Anies sebagai calon presiden demi coat-tail effect di Pemilu 2024.
"Nasdem ini kan nggak mau Anies diklaim oleh siapapun kecuali Nasdem. Bisa saja alasannya mengejar efek ekor jas, bahwa coat-tail effect Anies ini akan dimanfaatkan (untuk Nasdem). Maka ketika Nasdem mendeklarasikan pertama, itu Nasdem telah berhasil mengatakan bahwa Anies adalah kader Nasdem, bukan kader PKS bukan kader Demokrat."