Ahad 02 Oct 2022 09:32 WIB

Guru Besar Unkris Prof Gayus Lumbuun: Reformasi Hukum Jangan Sekadar Hiruk Pikuk

OTT hakim agung jadi salah satu indikasi Indonesia dalam kondisi darurat hukum.

Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof Gayus Lumbuun.
Foto: Dokpri
Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof Gayus Lumbuun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof Gayus Lumbuun berharap reformasi hukum seperti yang diperintahkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) jangan sampai sekadar hiruk pikuk saja. Proses reformasi hukum yang kini dikawal oleh Menko Polhukam Mahfud MD harus mampu menyentuh substansi yang paling mendasar.

“Ide untuk melakukan reformasi hukum sudah digagas Presiden sejak 2016 lalu tetapi memang belum membuahkan hasil,” kata Prof Gayus dalam siaran persnya, Ahad (2/10/2022).

Tertangkapnya Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam kasus dugaan korupsi di Mahkamah Agung (MA) oleh KPK, lanjut Prof Gayus, harus dijadikan momen dimulainya reformasi hukum secara serius. Ini karena penangkapan hakim agung menjadi salah satu indikasi bahwa Indonesia memang sudah dalam kondisi darurat hukum.

Prof Gayus bersyukur pada akhirnya gagasannya untuk mereformasi hukum yang kembali dilontarkan pasca-OTT hakim agung oleh KPK, mendapatkan respons cepat Presiden Jokowi. Ini membuktikan bahwa Presiden RI memiliki konsen yang tinggi dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Guna memberikan masukan kepada pemerintah, Unkris yang sejak awal berdiri memiliki keunggulan dalam bidang ilmu hukum, terus berupaya melakukan kajian-kajian terkait substansi reformasi bidang hukum ini. Berbagai diskusi yang melibatkan banyak pakar, baik dari internal kampus maupun para pakar hukum dari luar kampus Unkris, terus dilakukan guna mencari formulasi yang paling tepat terkait reformasi hukum.

Sebagai sosok yang pernah menjabat sebagai hakim agung, Prof Gayus memahami betul bagaimana kondisi dan situasi penerapan hukum di Indonesia.

Lebih lanjut Prof Gayus mengingatkan bahwa masalah korupsi penegak hukum di Indonesia sudah dalam kondisi darurat luar biasa. Kasus korupsi ini tidak hanya terjadi di lingkup MA, tetapi juga terjadi di Kejaksanaan Agung dan Mabes Polri.

Saat bertemu empat mata dengan Presiden RI pada 11 Oktober 2016 di Istana Negara, Prof Gayus yang waktu itu menjabat sebagai hakim agung (2011-2018) memberikan sejumlah masukan kepada terkait paket reformasi hukum.

Prof Gayus merupakan hakim agung yang terkenal dengan putusan-putusan tegasnya terutama vonis mati bagi para pembunuh berantai, saat itu menilai reformasi di bidang hukum memang menjadi kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi pemerintah. Apalagi, reformasi hukum sesuai dengan nawacita Presiden Jokowi.

Dalam perumusan paket reformasi hukum, Prof Gayus menjadi satu-satunya hakim atau hakim agung aktif yang diundang Presiden Jokowi membahas masalah bangsa di bidang hukum. Salah satu masukan yang diberikan juga soal adanya cacat syarat lima hakim agung. Presiden mencatat seluruh masukan tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi kepada awak media mengungkapkan pentingnya reformasi di bidang hukum setelah Hakim Agung Sudrajad Dimyati menjadi tersangka kasus dugaan korupsi di KPK. Jokowi telah memerintahkan Menko Polhukam Mahfud Md untuk mengawal proses reformasi hukum.

"Memang saya melihat ada urgensi yang sangat penting untuk mereformasi bidang hukum kita. Dan itu saya sudah perintahkan kepada Menko Polhukam," kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 26 September 2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement