REPUBLIKA.CO.ID,- BANJARMASIN -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (Parang) Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad FHadin, mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap hakim agung Sudrajad Dimyati bisa dijadikan pintu masuk reformasi perubahan paradigma selamatkan peradilan.
"Budaya negosiasi penanganan perkara kerap terjadi sehingga paradigma judicial independency dan judicial accountability menjadi keharusan," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu.
Menurut dia, judicial independency diartikan kekuasaan kehakiman yang merdeka alias tidak adanya ketergantungan, sementara judicial accountability merupakan pertanggungjawaban hakim atas putusannya berdasarkan prinsip keadilan yang sesuai.
Ia menyebut masalah pengawasan hakim dan pembinaan hakim menjadi porsi besar untuk perbaikan lewat Komisi Yudisial yang memiliki peran strategis bersama Mahkamah Agung.
Selain itu, kualitas proses rekrutmen hakim agung di Indonesia harus dijalankan dengan transparan dan partisipatif agar menghasilkan para "Yang Mulia" yang memiliki prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka yang satu paket dengan pertanggungjawaban hakim atas putusannya berdasarkan prinsip keadilan yang sesuai.
Dosen hukum tata negara di Fakultas Hukum ULM ini mengatakan pula OTT KPK sangat menyedihkan dan membuat Mahkamah Agung tertimpa bencana serius, tidak hanya dunia peradilan yang terguncang, kata dia, namun dunia pendidikan hukum pun ikut miris.
Menurut dia, risiko besar korupsi di tingkat Mahkamah Agung semakin hilangnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.
"Banyak sekali kita dengar bagaimana pencari keadilan mempunyai pengalaman dan tantangan yang beragam macam saat berperkara di pengadilan lingkup di bawah Mahkamah Agung sampai tingkat kasasi sekalipun," ujarnya.
Ia khawatir kasus kali ini hanya puncak gunung es. Ia berharap ke depan "pabrik yurisprudensi hukum" di Indonesia benar-benar melahirkan putusan yang putusan penting, berupa keadilan hakiki.