Rabu 28 Sep 2022 17:43 WIB

Johanis Tanak Terpilih sebagai Wakil Ketua KPK

Johanis ingin menggunakan restorative justice dalam kasus korupsi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Calon Pimpinan KPK Pengganti Lili Pintauli Siregar, Johanis Tanak usai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pimpinan KPK Pengganti diikuti dua orang yakni Johanis Tanak dan I Nyoman Wara untuk menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri. Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Calon Pimpinan KPK Pengganti Lili Pintauli Siregar, Johanis Tanak usai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pimpinan KPK Pengganti diikuti dua orang yakni Johanis Tanak dan I Nyoman Wara untuk menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri. Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR telah melakukan penghitungan suara terhadap dua calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti Lili Pintauli Siregar. Dalam penghitungannya, Johanis Tanak memperoleh 38 suara, sedangkan I Nyoman Wara mendapatkan 14 suara.

Dari 54 anggota Komisi III DPR, 53 di antaranya memberikan suaranya. Adapun satu surat suara tidak sah dan satu anggota Komisi III tak memberikan suaranya, karena tak hadir dalam uji kelayakan dan kepatutan.

 

"Berdasarkan hasil dari perolehan suara, seleksi calon pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 sebagai berikut atas nama Johanis Tanak, terpilih menjadi calon pimpinan KPK masa jabat 2019-2023," ujar Wakil Ketua Komisi III, Adies Kadir yang kemudian mengetuk palu persetujuan, Rabu (28/9/2022).

 

"Hasil pemilihan ini akan kami sampaikan dalam rapat paripurna yang terdekat," sambungnya. Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Johanis Tanak yang mewacanakan penggunaan restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus tindak pidana korupsi.

 

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Sehingga penghentian penyidikan dan penuntutan perkara korupsi karena alasan telah mengembalikan kerugian negara merupakan alasan yang tidak tepat.

 

"Namun hal itu (restorative justice) sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada bahwasannya peraturan yang ada sebelumnya di kesampingkan oleh peraturan yang ada setelah itu," ujar Johanis di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/9/2022).

 

"Di mana, kalau saya mencoba menggunakan restorative justice dalam korupsi, saya akan menggunakan adalah UU tentang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement