REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap 26 September diperingati sebagai Hari Kontrasepsi Dunia atau World Contraception Day. Pada Hari Kontrasepsi Dunia 2022, BKKBN melakukan kolaborasi pelayanan KB terpadu dengan beberapa mitra kerja guna meningkatkan keikutsertaan ber-KB dan percepatan penurunan stunting serta kesehatan kaum perempuan.
“Kegunaan alat kontrasepsi adalah untuk menekan ledakan penduduk yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan perempuan agar dapat terhindar dari penyakit yang berhubungan dengan masalah reproduksi seperti kanker serviks. Hal ini berdampak pula pada berkurangnya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB),” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Senin (26/9/2022).
Menurut Hasto, alat kontrasepsi membantu keluarga merencanakan setiap kehamilan dengan lebih sehat. Adanya pemberian jarak antar kehamilan dan kelahiran setiap anak membuat Ibu bisa memberikan ASI eksklusif yang akan membuat tumbuh kembang bayi optimal.
“Saat ini BKKBN terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait program KB dengan lebih bisa diterima oleh pasangan muda. Kita harus terus memberi pemahaman tentang bahaya kehamilan tidak direncanakan, jarak yang terlalu dekat, itu terus disosialisasikan. Kalau punya anak terlalu dekat, risiko stuntingnya tinggi. Kalau stunting akan pendek, sakit-sakitan, intelektualnya juga kurang, dan tidak punya daya saing,” kata Hasto.
Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan kontrasepsi untuk kesehatan reproduksi. Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia juga akan menekan angka kelahiran dan membantu keputusan yang bijak mengenai kehamilan.
Sejarah Hari Kontrasepsi Sedunia diawali dari belasan organisasi dari beberapa negara di dunia yang masuk ke dalam Organisasi Keluarga Berencana Internasional. Peringatan ini diadakan pertama kali diperingati pada 26 September 2007. Organisasi ini memiliki tujuan yang sama, yakni meningkatkan kesadaran tentang kontrasepsi dan membuat keputusan sebelum memulai sebuah keluarga.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) angka kelahiran total (TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,6 (SDKI 2017) menjadi sekitar 2,24 anak per perempuan usia reproduksi (Pendataan Keluarga 2021). Walaupun TFR masih belum sepenuhnya mencapai sasaran pembangunan bidang kependudukan dan KB yaitu 2,1 di tahun 2024, tapi hal tersebut menunjukkan pencapaian lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung stagnan sejak 2007. Tren penggunaan alat kontrasepsi atau cara KB didominasi oleh KB suntik (32%) disusul pil (14%), IUD (4%), dan implan (3%).
Hasto mengatakan sangat penting untuk terus menyosialisasikan penggunaan alat kontrasepsi demi menekan angka kelahiran yang tidak direncanakan. “Selama ini BKKBN telah menyediakan beragam alokon (alat dan obat kontrasepsi) seperti IUD, implan atau susuk, pil, kondom, dan suntik. Pengguna pil dan suntik saat ini sangat besar tapi hal itu belum menjamin keamanan dalam mencegah kehamilan karena kemungkinan terjadi kegagalan. Penggunaan kontrasepsi ini agar masyarakat sadar bahwa jarak kehamilan dan mengatur jarak kehamilan itu penting,” terang Hasto.
Melakukan sosialisasi kehamilan yang terencana dengan penggunaan alat kontrasepsi sangat penting untuk menekan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan kualitas hidup bayi agar terhindar dari stunting. Sementara itu, BKKBN Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar pemeriksaan pap smear gratis kepada masyarakat. Selain itu juga diadakan sosialisasi intens untuk kesehatan reproduksi perempuan.
Pap smear merupakan tindakan screening untuk mengetahui potensi timbulnya kanker serviks. Pemeriksaan pap smear dilakukan untuk melihat keberadaan sel-sel bersifat abnormal yang bisa jadi merupakan sel kanker atau pra-kanker pada serviks.
Pap smear sangat dibutuhkan bagi wanita terutama usia 21-65 tahun dan telah aktif melakukan hubungan seksual. Kebanyakan wanita tidak menyadari atau terlambat menyadari bahwa dirinya mengidap kanker serviks (kanker lever rahim).
Sampai saat ini kanker alat reproduksi masih merupakan masalah utama dalam kesehatan reproduksi di Indonesia. Tercatat di Indonesia setiap satu jam terdapat satu wanita meninggal karena kanker serviks. Di DIY terdapat 4,1 per 1.000 wanita menderita kanker serviks.
Kanker serviks dapat dikatakan sebagai silent killer karena tidak ada gejala sebelumnya. Gejala timbul setelah stadium lanjut sehingga banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan dan diobati. Usaha paling utama untuk menangani masalah tersebut adalah dengan deteksi dini kanker serviks bagi wanita yang sudah berhubungan seksual aktif agar tidak terjadi keterlambatan dalam diagnosis atau dapat diketahui sedini mungkin.