Selasa 20 Sep 2022 17:52 WIB

Komnas HAM Ungkap Temuan Kasus Mutilasi di Mimika, Motif Pelaku untuk Hilangkan Jejak

Komnas HAM menjelaskan pelaku sengaja melakukan mutilasi untuk menghilangkan jejak.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Keluarga menyaksikan prosesi kremasi jenazah korban pembunuhan dan mutilasi di Mimika, Papua, Jumat (16/9/2022). Empat korban pembunuhan dan mutilasi dengan tersangka prajurit TNI AD dan warga sipil yang dilatarbelakangi rekayasa pembelian senjata api senilai Rp250 juta tersebut diambil oleh keluarga untuk dikremasi.
Foto: ANTARA/Saldi Hermanto
Keluarga menyaksikan prosesi kremasi jenazah korban pembunuhan dan mutilasi di Mimika, Papua, Jumat (16/9/2022). Empat korban pembunuhan dan mutilasi dengan tersangka prajurit TNI AD dan warga sipil yang dilatarbelakangi rekayasa pembelian senjata api senilai Rp250 juta tersebut diambil oleh keluarga untuk dikremasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM mengungkapkan hasil penyelidikan atas peristiwa pembunuhan dan mutilasi empat warga di Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian ditemukan adanya keterlibatan anggota TNI dalam peristiwa tersebut. 

Dalam temuan dan analisis fakta, Komnas HAM menyatakan perencanaan pembunuhan dan mutilasi sudah dilakukan beberapa kali oleh para pelaku. Namun, sempat terjadi penundaan waktu pertemuan dengan korban.

Baca Juga

Kedua, Komnas HAM menemukan salah satu pelaku anggota TNI memiliki senjata rakitan dan diketahui oleh pelaku berpangkat Mayor. Pada 2019 silam memang pernah diungkap adanya penjualan amunisi oleh anggota Brigif R 20/IJK/3.

"Saudara Roy Marthen Howai bukan aktor utama. Berdasarkan keterangan para saksi dan bukti lainnya kuat dugaan bahwa saudara Roy Marthen Howai bukan sebagai aktor utama dalam peristiwa pembunuhan dan mutilasi," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik pada Selasa (20/9/2022). 

Komnas HAM juga mendapati pelaku mengenal korban. Ini berdasarkan hasil temuan faktual, diketahui bahwa salah satu pelaku mengenali korban dan pernah bertemu.

Selain itu, Komnas HAM menjelaskan pelaku sengaja melakukan mutilasi untuk menghilangkan jejak. Hal ini berdasarkan pola kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat serta keterangan saksi.

"Diduga bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku bukan yang pertama," ujar Taufan.

Kemudian, Komnas HAM menyinggung adanya hubungan antara pelaku sipil dan pelaku anggota TNI. Ini diperoleh dari tinjauan lokasi terdapat drum untuk penampungan Solar dan grup Whatsapp terkait bisnis Solar tersebut.

"Komnas HAM RI mengecam tindakan yang dilakukan oleh para pelaku yang melukai nurani dan merendahkan martabat manusia. Oleh karenanya, para pelaku harus dihukum seberat-beratnya termasuk pemecatan dari keanggotaan TNI," ucap Taufan.

Komnas HAM menghimbau kepada masyarakat untuk mendukung upaya penegakan hukum dengan memberikan kesaksian. Komnas HAM mendorong adanya pengadilan koneksitas yang dilaksanakan di wilayah hukum Kabupaten Mimika secara adil dan transparan demi tegaknya hak atas keadilan korban dan jaminan supaya peristiwa yang sama tidak berulang kembali.

"Komnas HAM RI mendorong pendalaman kasus ini dengan pendekatan scientific crime investigation khususnya terkait jejak digital. Oleh karenanya meminta para pihak untuk mendalami jejak digital masing-masing pelaku, baik dalam komunikasi, social media, maupun pendekatan digital yang lain," ucap Taufan.

Terakhir, Komnas HAM RI mendorong adanya evaluasi dan pengawasan terhadap Brigif R 20/IJK/3. Hal ini terkait bisnis anggota, kepemilikan senjata rakitan dan catatan beberapa kasus sebelumnya terkait jual beli amunisi dan senjata.  

Sebelumnya, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengatakan, berdasarkan hasil penyidikan diperoleh bukti-bukti bahwa para pelaku melakukan tindak pidana pembunuhan. Selain itu, pelaku yang berjumlah 10 orang itu juga merampas uang milik korban dan berupaya menghilangkan barang bukti dengan cara memutilasi jenazah keempat korban, membuangnya ke sungai dan membakar satu unit mobil milik korban.

Saleh menyebut, pihak Polisi Militer mengenakan pasal berlapis enam pelaku oknum prajurit TNI yang terlibat dalam kasus itu. Keenam oknum TNI tersebut berasal dari Satuan Brigif R 20/IJK.

"Saat ini sudah pada tahap penyidikan, yang artinya sudah ada tersangka dan pasal-pasal hukumnya sudah ditetapkan, yaitu pasal 340 KUHP dan pasal 365 KUHP, sehingga pasal berlapis dan sudah olah TKP," katanya dalam keterangan tertulis resmi yang diterima di Jakarta, Senin (5/9/2022). 

Adapun dua diantara enam tersangka  oknum TNI itu merupakan perwira, yakni Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Sedangkan empat prajurit lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka masing-masing berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.

 

Kemudian, empat tersangka berasal dari warga sipil. Mereka berinisial J, R, R, dan U. Sehingga total ada 10 tersangka.

 

photo
Daftar wilayah di DOB Papua. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement