Ahad 18 Sep 2022 15:18 WIB

Survei Indikator: Kenaikan BBM Turunkan Tingkat Kepuasan Publik ke Jokowi 10 Persen

Pengambilan keputusan BBM dinilai cerdik karena saat rating approval Jokowi tinggi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Ratusan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Jawa Barat menggelar aksi Mahasiswa Jawa Barat Bergerak, di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/9). Dalam aksi itu mereka menyerukan penolakan terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat dan tolak kenaikan harga BBM.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ratusan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Jawa Barat menggelar aksi Mahasiswa Jawa Barat Bergerak, di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/9). Dalam aksi itu mereka menyerukan penolakan terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat dan tolak kenaikan harga BBM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei nasional Indikator Politik menunjukkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menurun. Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi memaparkan, setelah kenaikan BBM tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi 62,6 persen sedangkan tidak puas sebesar 35,3 persen.

Angka ini menurun dibandingkan survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM yakni 72,3 persen. "Jadi memang efeknya terhadap tren approval rating presiden cukup lumayan kurang lebih 10 persen dibandingkan survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM 72,3 persen," ujar Burhanuddin dalam paparannya secara daring, Ahad (18/9/2022).

Baca Juga

Burhanuddin mengatakan kebijakan menaikkan BBM dilakukan Pemerintah saat tingkat kepuasan publik terhadap Pemerintahan Jokowi sedang tinggi-tingginya. Karena itu, kenaikan harga BBM yang diambil Pemerintah pada 3 September lalu ini membuat tingkat kepuasan publik kepada Jokowi masih di atas batas wajar.

"Pak Jokowi cukup cerdik melakukan kebijakan yang tidak populer di saat  approval ratingnya tinggi di bulan Agustus 72,3 persen, itu dampaknya setidaknya nggak sampai di bawah 50 persen. Karena kalau di bawah 50 persen itu alarming, ini kan masih di atas 60 persen," ujar Burhanudin.

Meskipun, lanjut Burhanudin, penurunannya cukup lumayan besar dari 72,3 menjadi 62,6 persen.

Dia melanjutkan, dari sisi demografi masyarakat yang tidak puas terhadap kinerja Presiden Jokowi pascakenaikan BBM lebih banyak dari kalangan Muslim. "Dari kelompok agama meskipun kedua kelompok puas, namun tingkat kepuasan di kalangan non Muslim jauh lebih tinggi bahkan pada saat presiden menaikkan harga BBM, 83 persen non Muslim masih sangat puas," ujarnya.

Sedangkan dari sisi suku, tingkat kepuasan masyarakat Jawa dan Batak masih tinggi. Sedangkan masyarakat Minang, Bugis dan Madura tingkat ketidakpuasannya lebih tinggi.

Kemudian, masyarakat dari kelompok petani/peternak/nelayan dan kelas menengah ke bawah tingkat kepuasannya lebih tinggi dibandingkan kelompok  pegawai yang tingkat ketidakpuasannya lumayan tinggi meskipun mayoritas di antara mereka tetap puas. "Pola wilayah tidak jauh berbeda dengan hasil Pemilu Jatim, Jateng masih puas meskipun sudah ada kenaikan bbm, Maluku Papua, kemudian basis partai, pemilih Jokowi-KH Ma'ruf lebih banyak yang puas dibanding pemilih Prabowo," ujarnya.

Survei nasional Kenaikan Harga BBM Pengalihan Subsidi BBM dan Approval Rating Presiden dilakukan di rentang 5-10 September 2022. Populasi survei adalah warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau sudah menikah yang memiliki telepon sekitar 83 persen dari total populasi nasional.

Jumlah sampel 1.215 responden dipilih melalui metode random digit dialing (RDD) atau teknik memilih sampel nomor telepon secara acak. Margin of error survei diperkirakan 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara terlatih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement