Kamis 15 Sep 2022 18:49 WIB

Tafsir Jubir MK Bahwa Jokowi Bisa Jadi Cawapres Dinilai Offside dan Ngawur

Jubir MK Fajar Laksono dinilai tendensius atas tafsirnya terhadap Pasal 7 UUD 1945.

Gedung Mahkamah Konstitusi (ilustrasi). MK saat ini tengah menjadi sorotan menyusul pernyataan jubirnya, Fajar Laksono yang menyebut tidak ada larangan eksplisit Presiden Jokowi menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2024.
Foto:

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun juga ikut mengomentari soal wacana terkait tak ada larangan bagi Jokowi untuk bisa jadi calon wakil Presiden. Menurut Ubedilah, selain melanggar etika politik, wacana tersebut dinilai melecehkan seluruh pakar hukum tata negara sedunia.

"Secara teoritik upaya itu telah melecehkan seluruh pakar hukum tata negara di dunia mulai dari Van Vollehhoven, Utrech hingga Jimly Asshiddiqie. Apalagi wacana itu muncul dari Mahkamah Konstitisi (MK) yang pernah dipimpin Jimly Asshiddiqie, pernyataan juru bicara MK itu memalukan institusi negara," kata Ubedilah, Kamis (15/9/2022).

Ubedillah menjelaskan, dalam pasal 7 UUD 1945 sangat jelas disebutkan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Jadi hanya untuk dua periode baik posisi sebagai presiden maupun wakil presiden.

"Calon presiden dan wakil presiden itu dicalonkan dalam satu paket sebagaimana tertuang dalam pasal 6A UUD 1945 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat," ujarnya.

Selain itu, menurutnya satu pasangan juga maknanya melekat berlaku periode untuk presiden dan wakil presiden beserta laranganya yang tidak boleh mencalonkan lagi setelah dua periode untuk jadi calon presiden maupun jadi calon wakil presiden. Selain melanggar etika politik, berdasar logika hukum wacana tersebut dalam terminologi fiqih politik disebut mafhum muwafaqah.

"Apabila seorang presiden yang telah menjabat dua periode dilarang menjabat presiden untuk ketiga kalinya, itu maknanya apalagi menjabat jabatan yang lebih rendah yakni jabatan wakil presiden tentunya jauh tidak dapat dibenarkan secara logika hukum tata negara," terangnya.

"Jika upaya pencalonan Jokowi untuk jadi cawapres itu ngotot terus dilakukan itu maknanya bisa dimungkinkan muncul kesimpulan ada semacam motif jahat untuk dibuka, mengapa ingin terus berkuasa?" imbuhnya. 

Pada hari ini, MK mengklarifikasi pernyataan Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono.

"Penyataan mengenai isu dimaksud (presiden dua periode boleh jadi cawapres) bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI," tulis keterangan resmi MK pada Kamis (15/9/2022).

MK menegaskan, pernyataan Fajar Laksono ialah respons atau jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal ketika menjawab wartawan yang bertanya lewat aplikasi WhatsApp. 

"Sehubungan dengan itu, pada saat menjawab pesan WA dimaksud, tidak terlalu diperhatikan bahwa jawaban tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberitaan, sehingga jawaban disampaikan secara spontan, singkat, informal, dan bersifat normatif," tulis MK. 

Sehingga, menurut MK, pernyataan Fajar sebenarnya tidak diutarakan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk membahas topik presiden Jokowi dua periode boleh menjadi cawapres. Dalam beberapa kesempatan, Fajar Laksono memang selama ini kerap membuka ruang diskusi bagi wartawan yang ingin bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui pesan WhatsApp atau sambungan telepon. 

"Umumnya, wartawan ingin mendapatkan tambahan informasi, pemahaman, atau perspektif berbeda guna memperkaya sudut pandang, tidak untuk keperluan pemberitaan," tulis MK. 

Hal ini dikarenakan Fajar Laksono merupakan pengajar atau akademisi di samping tugasnya sebagai kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK sekaligus menjalankan fungsi kejurubicaraan. Sehingga Fajar Laksono membuka ruang mendiskusikan isu-isu publik aktual.

"Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik," tulis MK.  

 

photo
Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Jokowi Turun - (infografis republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement