Kamis 15 Sep 2022 14:49 WIB

Komisi XI DPR Tawarkan Tiga Kebijakan Tata Kelola BBM

Masalah tentang penerima subsidi BBM tidak tepat sasaran selalu tak terselesaikan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas mengisi BBM jenis solar di SPBU Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (14/09/2022).
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A
Petugas mengisi BBM jenis solar di SPBU Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (14/09/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng menawarkan tiga kebijakan tata kelola kebijakan bahan bakar minyak (BBM) ke depan. Tiga kebijakan yang ditawarkan sebagai solusi persoalan BBM subsidi yang dinaikkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 3 September 2022.

"Pertama, perlu upaya luar biasa menata kebijakan pada aspek efisiensi biaya pengolahan, distribusi, pemeliharaan dan lain-lain yang dilakukan Pertamina. Sebagai BUMN yang terkait langsung dengan persoalan BBM, Pertamina harus mampu melakukan upaya luar biasa tersebut," kata Mekeng kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Kedua, menurut Mekeng, perlu penataan kebijakan dan sistem ketat, kehati-hatian dengan pendekatan teknologi informasi untuk menyelesaikan persoalan ketepatan dalam memberikan subsidi BBM kepada kelompok yang berhak menerimanya. Langkah itu harus segera dilakukan agar alasan klasik soal distribusi subsidi dan penyaluran subsidi BBM di Indonesia yang tidak tepat sasaran bisa segera diakhiri.

Sejak 2010 sampai sekarang, kata dia, masalah tentang penerima subsidi BBM yang tidak tepat sasaran selalu menjadi isu yang diangkat oleh politikus, pengamat kebijakan publik, dan pihak lainnya. Mekeng menyebut, kingga kini, dalil klasik itu masih menjadi perbincangan seolah-olah bangsa Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya.

Tawaran ketiga, kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut melanjutkan, adalah penerapan hedging pada harga BBM oleh pemerintah atau Pertamina. Hedging harga adalah transaksi derivatif berupa transaksi sistem lindung nilai yang mengamankan harga BBM yang akan dibeli pemerintah atau pertamina dalam jangka waktu tertentu.

Dengan menerapkan hedging harga minyak mentah, pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM saat harga minyak dunia bergejolak. "Kebijakan ketiga ini memang memiliki kelemahan ketika harga minyak mentah mengalami penurunan. Namun, jika melihat grafik perkembangan harga minyak mentah dunia, kecenderungan harga minyak mentah mengalami kenaikan lebih besar dari pada penurunannya," ujar Mekeng.

Di mengaku, tidak kaget atas reaksi penolakan publik terkait kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi beberapa hari terakhir. Aksi penolakan itu mungkin akan terus berlanjut ke depan. Mekeng mengingatkan, reaksi itu harus ditanggapi serius oleh pemerintah. "Tidak bisa diharapkan hanya dengan imbauan agar konsumsi masyarakat membeli BBM bersubsidi dikurangi dan melarang bagi yang tidak berhak," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement