REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar filsafat dan kebudayaan Islam, Prof DR Abdul Hadi WM, mengatakan tak heran bila ada pihak yang terus-menerus mendiskreditkan pesantren. Apalagi, bila melihat akar perjalanan sejarahnya. Usaha ini sudah dilakukan semenjak ratusan tahun lalu, yakni semenjak era kolonial.
"Saya tak heran sama sekali. Ini karena catatan sejarah kita seperti itu. Dalam sejarah, penjajahan di berbagai negara dunia dengan penduduknya bergama Islam, pihak penguasa kolonial menjadikan ajaran agama, lembaganya, hingga wacana sebagai musuh utama. Jadi, ini bagian dari orientalisme, kolonialisme, dan kapatalisame. Pembungkus usaha itu dari dahulu dapat berbagai macam, bisa terorisme, makar, atau yang lainnya,'' kata Abdul Hadi WM, di Jakarta, Rabu (14/09/2022).
Abdul Hadi, lebih lanjut, menegaskan, secara nyata dalam perjalanan sejarah bangsa, lembaga pendidikan pesantren itu merupakan kekuatan Indonesia yang tak bisa disingkirkan. Sehingga, dari zaman kolonial pesantren pun terus 'dikerjain' atau dipancing agar melakukan kekerasan dan tindakan buruk lainnya.
"Targetnya juga sangat jelas, yakni kekuatan Islam berusaha dilumpuhkan. Contohnya terlihat, bahkan dikesankan dengan cara konsititusional, yakni misalnya disingkirkan seperti pelarangan Partai Masyumi pada tahun 1960-an. Sebelum itu diawal kemerdekaan, malah pesantren dan kiai di Madiun dibantai secara fisik,'' ungkapnya lagi.
Namun, bila dilihat soal isi ini pada masa sekarang, maka usaha pendiskreditan pesantren akan terus ada di masa depan, bahkan dapat semakin kencang.
"Jadi, usaha ini akan semakin seru serta meluas. Apalagi bila kemudian terjadi pertarungan politik dan ekonomi. Sebab, harap dipahami soal ekonomi dan politik adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Nah, setelah disingkirkan kemudian akan berimbas pada sisi kultur dan kehidupan sosial rakyat. Harapan saya semoga hal buruk tidak terjadi sebab bangsa ini bisa kualat,'' tandasnya.