Rabu 14 Sep 2022 01:04 WIB

Kasasi Kasus KM 50 Ditolak MA, Ini Komentar Pengacara Enam Laskar FPI

Aziz Yanuar menganggap tetap ada jalur hukum lain yang bisa ditempuh demi keadilan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Kuasa hukum enam laskar FPI yang menjadi korban unlawful killing, Aziz Yanuar.
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Kuasa hukum enam laskar FPI yang menjadi korban unlawful killing, Aziz Yanuar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum korban kasus unlawful killing, Aziz Yanuar menanggapi penolakan kasasi kasus KM 50 oleh Mahkamah Agung (MA). Ia menegaskan kasus itu bisa diteruskan ke ranah pengusutan kasus HAM berat. 

Aziz menyebut penolakan kasasi oleh MA sebenarnya sudah bisa diperkirakan. Ia meyakini publik sudah mampu menangkap kesan di balik penolakan itu. 

Baca Juga

"Tidak heran,dan sudah bisa memperkirakan,saya yakin masyarakat juga sudah pada cerdas kok dan sependapat dengan saya," kata Aziz kepada Republika, Selasa (13/9/2022). 

Aziz menduga terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella hanyalah 'tumbal' alias bukan pelaku sebenarnya. Keduanya, lanjut Aziz, sengaja ditempatkan sebagai seolah-olah aktor penembak di kasus KM 50. 

"Diduga dua orang itu kan cuma disuruh ngaku dengan janji dibebaskan. Dan sudah berhasil skenarionya," ujar Aziz. 

Aziz menduga ada kesamaan skenario antara kasus KM 50 dengan pembunuhan terhadap Brigadir J oleh Ferdy Sambo (FS).  "Ini kan skenario yang tadinya diduga akan digunakan juga oleh FS dalam kasus Duren Tiga. Kan sama persis itu skenarionya kan?" lanjut Aziz. 

Terlepas dari penolakan kasasi ini, Aziz menganggap tetap ada jalur hukum lain yang bisa ditempuh demi keadilan bagi para korban. Ia menyatakan kasus KM 50 pantas diusut sebagai kasus HAM berat. 

"Justru dengan bebasnya dua orang yang kami anggap pura-pura pelaku itu, maka mengharuskan kasus 50 diusut dengan mekanisme pelanggaran HAM berat sesuai UU 26/2000, bukan pengadilan pidana biasa seperti yang terjadi saat ini," ucap Aziz. 

Dalam kasus unlawful killing terhadap enam anggota Laskar FPI pada 2020, dua terdakwa, anggota Resmob Polda Metro Jaya, dituntut 6 tahun penjara. JPU menggunakan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai dasar sangkaan. 

Tetapi dalam putusan PN Jaksel, Jumat (18/3/2022), majelis hakim menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella melakukan pembunuhan tersebut, atas dasar terpaksa dan pembelaan diri.

Sehingga menurut hakim PN Jaksel, dua anggota Polda Metro Jaya tersebut tak bisa dijatuhi hukuman pidana. Atas putusan tersebut, hakim memerintahkan dua terdakwa itu dibebaskan. Putusan bebas itu diperkuat oleh penolakan kasasi JPU oleh MA. 

 

photo
Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement