Rabu 07 Sep 2022 05:09 WIB

Kisruh Migor VS Sengkarut Kenaikan BBM: Akankah Kejaksaan Mencari Tersangka?

Apakah ada keadilan hukum dalam kenaikkan harga BBM?

Nelayan memperbaiki perahu di kawasan Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (6/9/2022). Nelayan di wilayah itu memilih untuk sementara tidak melaut karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Foto:

Persoalannya, akankah aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Republik Indonesia, yang melihat bahwa BLT minyak goreng merupakan “kerugian keuangan negara”—sebagaimana mereka yakini dalam tuntutan terhadap kelima tertuduh yang tengah menjalani proses pengadilan saat ini—juga melihat bahwa BLT akibat naiknya harga BBM ini pun sebagai “kerugian keuangan negara”?  Akankah instansi tersebut juga akan melakukan penyidikan terhadap potensi “kerugian keuangan negara” yang diakibatkan naiknya harga BBM itu? Bila tidak, mengapa? 

Jika yang dijunjung adalah keadilan, maka setidaknya publik harus tahu pasti alasan mengapa Kejaksaan menganggap dua hal itu berbeda.  Secara sederhana pun, proses kenaikan harga minyak goreng di awal tahun dan naiknya BBM saat ini punya kemiripan yang besar. Keduanya diakibatkan perubahan situasi dunia; keduanya pun mengharuskan pemerintah turun tangan memberikan BLT, selain bila mengikuti logika Kejaksaan, keduanya pun jelas berpotensi merugikan perekonomian negara.

Alhasil, Kejaksaan seyogyanya mendalami persoalan naiknya BBM sebagaimana mereka memandang kasus kenaikan harga migor saat itu. Setidaknya, bila hal itu tidak dilakukan, wajar manakala publik bisa berasumsi kalau dalam penanganan kisruh migor beberapa bulan lalu, yang sejatinya hanyalah pengkambinghitaman. Karena ada pihak-pihak non-pemerintah yang (bisa) dianggap terlibat, maka persoalan yang jelas-jelas merugikan dan membuat rakyat berang itu harus punya korban. Harus ada yang menjalani proses peradilan, mungkin pula pada akhirnya proses penghukuman, agar kasus tersebut bisa dianggap telah diselesaikan. 

 Baca juga : Tolak Kenaikan Harga BBM, Fraksi PKS Walk Out Rapat Paripurna

Dalam dunia hukum dikenal ungkapan Claudianus, seorang penyair di istana Roma kuno. “Observantior aequi fit populus, nec ferre negat, cum viderit ipsum auctorem parere sibi,”kata dia. “Rakyat dapat menjadi lebih taat pada hukum dan  keadilan, bahkan tidak akan menolak untuk menjalaninya, ketika mereka melihat para pelaksana hukum juga menjalankan hukum dan keadilan tersebut.” [ 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement