Selasa 06 Sep 2022 14:18 WIB

Mendesak, Aksi Afirmatif Bagi 620 Korban Korupsi Struktural di Aceh

Anak-anak korban bencana Tsunami Aceh butuh afirmasi.

Warga berdoa saat berziarah menjelang bulan Ramadhan di kuburan massal korban gempa dan tsunami, Ulee Lheu, Banda Aceh, Aceh, Kamis (31/3/2022). Ziarah kubur menjadi salah satu tradisi menjelang bulan suci Ramadhan untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia.
Foto:

Aksi Afirmatif    

620 mahasiswa mahasiwi Aceh itu berhak untuk mendapatkan aksi afirmatif, yaitu tindakan persetujuan pemerintah pada pengadaan kesetaraan tidak hanya lapangan kerja tapi juga pendidikan tanpa memilah milih jenis ras, agama, dan kebangsaan.  Prioritas aksi afirmatif adalah kesempatan bekerja dan bersekolah yang sama bagi komunitas-komunitas tersingkir seperti kaum minoritas, perempuan-perempuan, dan masyarakat dari kawasan perang. 

 Aksi afirmatif dituang sebagai butir undang undang pertamakali di Amerika dan ditandatangi oleh John F Kennedy pada tahun 1961. Butir-butir kebijakan yang menyebabkan presiden Amerika yang ke 35 itu terbunuh pada tahun 1963. Tewasnya Kennedy semakin menggelorakan pentingnya butir-butir hukum tersebut yang kemudian banyak dicontoh dan ditegakkan diberbagai negara seperti Afrika dan India. Sikap ini juga menjadi prioritas bagi pengungsi-pengungsi dan generasi pasca damai pertama di area perang seperti Aceh.

Sejak damai ditandatangi tahun 2005, Amerika memulai kebijakan aksi affirmatif ini. Setelah tsunami misalnya, Amerika secara percuma menganugrahkan beasiswa fulbright bagi 100 pemuda-pemudi dengan harapan saat pulang nanti mereka bisa membangun Aceh. 

Ibukota Jakarta juga memahami pentingnya sikap afirmasi tersebut. Hal ini bisa dilihat dari pengecualin anggaran daerah dan target pembangunan yang ingin dicapai, termasuk quota beasiswa bagi masyarakat Aceh. 

Lalu apa yang terjadi sekarang? Tidakkah 620 mahasiswa/mahasiswi penerima beasiswa dengan berkas-berkas yang tidak lengkap itu berhak terhadap aksi afirmatif ini?. Haruskah mereka dipaksa mengembalikan semua dana itu dalam kondisi bukti bukti yang tidak konklusif dala situasi krisis ekonomi saat ini? 

Memang perlu diakui. selama prosesnya terdapat banyak kekurangan dan penyalahgunaan. Tapi ini adalah persoalan korupsi tingkat institusi dan struktural yang barangkali juga bisa ditemui di institusi-institusi pemerintahan provinsi lain dan ibukota. Pihak yang dituntut ganti rugi bukanlah bekas mahasiwa-mahasiswi dan pejabat-pejabat kelas bawah yang hanya mengerjakan apa yang mereka pahami secara terbatas itu.     

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement