REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang dugaan pencabulan di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang dengan terdakwa Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) pada Senin (5/9/2022). Sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi tersebut turut dihadiri Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Joko Sasmito.
Joko mengatakan kehadirannya di PN Surabaya tersebut memang dalam rangka memantau jalannya persidangan yang masuk dalam agenda kunjungan kerja di Jawa Timur. Joko menyatakan pengawasan dan pemantauan oleh KY sangat penting, terutama dalam kasus sensitif seperti yang disaksikannya saat ini.
"Supaya bisa mencegah dugaan pelanggaran etik oleh para hakim di PN Surabaya," ujarnya.
Terkait sidang perkara yang menjerat Mas Bechi, Joko mengaku telah mengetahui dan terus melakukan pemantauan. Bahkan ia mengetahui pada mulanya perkara itu ada di wilayah PN Jombang. Maka dari itu, ia dan tim turun langsung ke PN Surabaya untuk memastikan kebenaran informasi terkait pemindahan lokasi sidang.
"Namun, saya dengar keputusan MA dialihkan ke PN Surabaya. Tentu ada pertimbangan. KY mendengar banyak pemberitaan media dan publik, sehingga kami memandang perlu turun langsung ke lapangan memastikan," ujar Joko.
Ia mengatakan pihaknya selalu hadir di kasus-kasus yang jadi perhatian publik, termasuk perkara yang menjelat Mas Bechi. Bahkan, Joko mengaku telah bertemu dengan hakim, pengacara, hingga jaksa yang menangani perkara Mas Bechi. Joko meminta apabila ada dugaan pelanggaran etik oleh hakim, masyarakat agar segera melapor ke KY.
Ketua Tim Kuasa Hukum Mas Bechi, Gede Pasek Suardika, mengatakan pihaknya telah menyampaikan harapannya pada KY. Ia pun berharap kehadiran KY dan melakukan pemantauan langsung sidang dapat menjadikan sidang tersebut berjalan secara objektif.
"Kemudian kami sampaikan juga agar semua proses persidangan ini basisnya surat dakwaan, bukan persangkaan yang muncul dari peradilan opini seperti yang selama ini dibangun," kata Pasek.
Pasek merasa selama ini telah terjadi peradilan opini terhadap kliennya. Bahkan, kata dia, peradilan opini terjadi jauh sebelum berkas perkara masuk persidangan. Di mana ada pernyataan dari beberapa pihak yang dianggapnya turut memperkeruh, meski fakta dalam dakwaan ternyata tidak seperti opini yang berkembang lebih dulu.
"Mungkin KY tahu sendiri awal mula kasus ini disebutkan ada belasan santri di bawah umur (yang jadi korban). Kemudian Mas Bechi disebutkan sebagai predator, kemudian kapolda menyebutkan ada lima (korban), tapi di dakwannya ternyata hanya ada satu orang," ujarnya.