Senin 05 Sep 2022 20:41 WIB

Kenaikan Harga BBM Dinilai Gerus Daya Beli Masyarakat

Daya beli masyarakat sedang menurun akibat tingginya inflasi

Red: Nur Aini
Petugas mengganti papan harga SPBU jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, solar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter serta Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter yang mulai berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Petugas mengganti papan harga SPBU jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, solar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter serta Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter yang mulai berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite, Solar, dan BBM non-subsidi jenis Pertamax akan menggerus daya beli masyarakat.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto di Surabaya, Senin (5/9/2022), mengatakan, kondisi Indonesia saat ini memang tidak baik-baik saja. Daya beli masyarakat sedang menurun akibat tingginya inflasi yang terjadi karena kenaikan harga berbagai kebutuhan dan jasa.

Baca Juga

"Dengan adanya kenaikan harga BBM yang mencapai Rp2.000 lebih ini, maka bisa dipastikan daya beli mereka semakin melemah," ujar Adik.

Lebih lanjut, Adik mengatakan, bahwa yang paling terdampak akibat kenaikan harga BBM adalah konsumen karena biaya kenaikan tersebut akan dibebankan kepada mereka, baik kenaikan biaya logistik maupun kenaikan biaya lainnya.

"Kalau dari sisi perusahaan, kenaikan itu bisa dibebankan pada harga jual. Perusahaan akan menaikkan harga jual sesuai dengan kenaikan harga BBM. Sehingga yang tetap terkena ya konsumen. Dampak selanjutnya daya beli kian turun," kata dia.

Jika daya beli masyarakat yang lemah ini semakin turun, kata dia, maka bisa dipastikan industri, baik barang atau jasa akan mengurangi produksi. Tentunya hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi akan terganggu.

"Besar kemungkinan target ekonomi Indonesia pada tahun ini sebesar 5,2 persen tidak akan tercapai," ujar dia.

Adik menyadari bahwa keputusan ini memang sangat berat yang harus diambil pemerintah karena beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah semakin membengkak akibat kenaikan harga minyak dunia yang kian tinggi.

"Ini adalah langkah yang sangat berat akibat kenaikan harga minyak dunia. Pemerintah sudah tidak sanggup untuk terus menanggung subsidi BBM," kata dia.

Menurut dia, yang harus dilakukan pengusaha selanjutnya adalah berhitung ulang karena biaya logistik pasti mengalami kenaikan.

"Sektor transportasi inilah yang paling cepat melakukan penyesuaian harga. Sedangkan untuk sektor lain, masih perlu waktu untuk menghitung beban biaya produksi yang bertambah," kata Adik.

Untuk itu, kata dia, Kadin Jatim meminta pemerintah mampu menjaga daya beli masyarakat agar tidak semakin menurun. Terkait dengan bantuan sosial yang rencananya akan dikucurkan pemerintah, dia mengatakan hal itu memang seharusnya dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat. "Bansos ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan itu sudah benar," ujar dia.

Pada Sabtu (3/9/2022) tepatnya pada pukul 13.30 WIB, pemerintah telah mengumumkan kenaikan BBM subsidi jenis Pertalite, solar dan BBM non-subsidi jenis Pertamax. Adapun perinciannya adalah harga Pertalite yang awalnya sebesar Rp7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, solar dari harga Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter dan harga Pertamax meningkat dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement