REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PDI Perjuangan kembali bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk kedua kalinya pada Ahad (4/9/2022). Kunjungan Puan kali ini ke Hambalang, memberi sinyal semakin menguatkan arah koalisi kedua partai yakni PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro mengatakan, kunjungan Puan ini merupakan agenda lanjutan safari politiknya, setelah sebelumnya bersilaturahim ke Nasdem Tower. Walaupun safari politik ini merupakan amanat pasca-Rakernas PDIP kepada Puan, namun untuk ke Prabowo ini sudah kali kedua.
"Safari politik resmi untuk kedua kalinya ini, semakin menguatkan analisis bahwa dalam Pilpres 2024 nanti, PDIP tetap ingin merajut koalisi walaupun telah mampu memenuhi presidential threshold," kata Agung kepada wartawan, Senin (5/9/2022).
Dia menilai, gerak PDIP bersama Puan ini suka atau tidak memberi pengaruh bagi dinamika koalisi yang telah terbentuk. Dalam konteks Gerindra, dinamika politik partai berlambang garuda yang sebelumnya telah resmi membingkai koalisi pra pilpres bersama dengan PKB, akan semakin menarik.
PKB yang sebelumnya telah setuju bersama Gerindra dalam koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), kemungkinan akan bertambah. Sehingga, kedatangan PDIP hari ini bisa dibaca dalam sebagai peluang untuk menambah bobot kuantitas dan kualitas bagi KIR, menimbang PDIP adalah partai pemenang pemilu.
Dan di saat yang sama beragam hasil survei kredibel menunjukkan partai pimpinan Megawati ini masih bertengger di peringkat teratas jelang 2024. Namun anjangsana Puan ini bisa dibaca sebagai ancaman menggeser posisi Muhaimin Iskandar di calon wapres. Karena ketua umumnya yang akrab disapa Cak Imin, punya misi untuk menjadi cawapres.
"Menimbang jatah capres sudah menjadi ‘kapling’ Gerindra yang resmi memajukan kembali nama Prabowo. Akhirnya mengemuka pertanyaan fundamental, di mana posisi Puan saat Prabowo sebagai capres memilih Cak Imin? atau di mana posisi Cak Imin saat Prabowo memilih Puan?," katanya.
Argumentasi Prabowo sebagai capres menjadi wajar menimbang ia memiliki elektabilitas lebih tinggi dibanding Cak Imin dan Puan. Sekaligus Ia ‘pemimpin’ yang menginisiasi KIR bersama Cak Imin. ‘Keterlambatan’ PDIP hadir dalam KIR semakin menguatkan posisi tawar Prabowo, dan di saat bersamaan posisi cawapres akan jadi lobi alot antara PDIP dan PKB.
"Secara realitas politik nasional saat ini, Cak Imin lebih diuntungkan karena melengkapi figur prabowo serta ceruk massa gerindra yang nasionalis," terangnya.
Sebab, menurut Agung, duet nasionalis-religius ini telah terbukti memenangkan Pilpres 2014 dan 2019. Saat ketika Jokowi memilih JK dan Ma’ruf Amin yang keduanya merepresentasikan Islam moderat. Dan bagi PKB tak ada salahnya kembali diuji dalam Pilpres 2024, menimbang situasi politik saat ini tak jauh berbeda.
Sedangkan, saat ini terjadi pula efek polarisasi dari dua Pilpres sebelumnya. Sementara skema duet Prabowo-Puan atau sebaliknya Puan-Prabowo mungkin mengemuka mendinginkan polarisasi tersebut. Tapi, ia menilai di tahap ini muncul kembali pertanyaan, Apakah Puan rela menjadi cawapres Prabowo atau Prabowo rela menjadi cawapres Puan?
Pada bagian lain, kehadiran Puan di Hambalang mengembalikan romantisme PDIP-Gerindra, saat keduanya pernah resmi bersanding ketika Megawati bersama Prabowo di 2009. Sayangnya, kedua tokoh itu belum mampu mengalahkan pasangan SBY-Boediono. Namun, juga mengingatkan publik ‘perang dingin’ PDIP-Gerindra karena Perjanjian Batu Tulis yang belum ditunaikan.
Pasang surut hubungan PDIP-Gerindra terbukti tak banyak mengubah penerimaan Prabowo terhadap PDIP. Perihal ini terlihat dari kehangatan Prabowo menerima Puan di kediaman pribadinya bukan di kantor partai. "Apalagi Puan juga diajak untuk berkuda dengan menggunakan kuda kesayangannya," imbuhnya.
Dari aktivitas silaturahmi politik PDIP ke Gerindra ini bisa disimpulkan bahwa Pertama, komunikasi politik PDIP-Gerindra pasca Megawati atau ketika bersama Puan masih sangat positif. Dan tren ini terus berlanjut walaupun kelak akan melewati beragam ujian dan dinamika politik.
"Sehingga, tak salah bila sebagian kalangan saat ini menganggap Puan adalah suksesor Megawati sekaligus penerus trah Sukarno karena kepiawaiannya menjalin relasi lintas elit," ujar agung.
Kedua, papar dia, skenario dwitunggal Prabowo-Puan atau Puan-Prabowo membesar peluangnya untuk mengemuka atau bahkan memenangkan Pilpres. Hal ini bisa terjadi ketika partai penyokong pemerintah saat ini solid menyokong pasangan ini hingga Pilpres 2024 dalam sebuah koalisi besar.
"Bila tidak, maka duet ini tetap mungkin terbentuk walaupun kans untuk memenangkan pertarungan Pilpres mengecil," terangnya.
Ketiga, stabilitas politik nasional setelah kenaikan BBM maupun gejolak lainnya tetap kondusif, menimbang PDIP dan Gerindra adalah anggota koalisi penyokong pemerintah yang solid mendukung setiap kebijakan Presiden Jokowi sampai hari ini tanpa bermanuver dua kaki di parlemen.