Sabtu 03 Sep 2022 09:23 WIB

Komnas HAM dan Komnas Perempuan Duga Kuat Putri Alami Kekerasan Seksual, Apa Buktinya?

Netizen mempertanyakan bukti bahwa Putri Sambo telah dilecehkan Brigadir J.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Tersangka istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi saat mengikuti rekonstruksi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jalan Duren Tiga Utara I, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi saat mengikuti rekonstruksi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jalan Duren Tiga Utara I, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan Komnas HAM kontroversi di tengah. Bukan lantaran soal pembunuhan Brigadir J di luar hukum, melainkan pernyataan motif yang mengaitkan kasus ini dengan pelecehan seksual.

Pernyataan

Baca Juga

Komnas HAM bahkan sempat menjadi trending topic di Twitter pada akhir pekan.

"Gw heran sama Komnas HAM bisa bikin statemen tapi ga mampu memberikan bukti.. Cm katanya.. Gw juga bisa," tulis seorang netizen.

Komisioner Komnas HAM punya alasan yang melandasi mereka tetap bersikukuh soal dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawati Sambo oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J). Komnas HAM pun telah merekomendasikan Polri kembali mengusut dugaan pelecehan seksual tersebut.

Menurut seorang komisioner Sandra Moniaga, penghentian kasus dugaan pelecehan seksual oleh Polri diduga karena tak berdasarkan fakta lokasi dan waktu. Versi laporan Komnas HAM, pelecehan itu diduga terjadi saat Putri dan Brigadir J berada di Magelang pada 7 Juli 2022.

"SP3 (penghentian penyidikan) polisi itu untuk laporan pelecehan seksual yang tanggal 8 Juli. Sementara yang disampaikan Komnas HAM dan Komnas Perempuan tanggal 7 Juli kejadiannya, yang belum pernah diselidiki kepolisian," kata Sandra kepada wartawan, Jumat (2/9).

"Jadi dalam konteks ini berdasarkan pemantauan dan penyelidikan kami ada dugaan. Dan itu memang yang didalami lebih lanjut oleh polisi," lanjut Sandra.

Sandra menegaskan pelecehan bukan terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022. Oleh karena itu, ia menganjurkan pihak kepolisian mendalami temuan Komnas HAM.

"Kami tegaskan kekerasan seksual itu bukan di TKP 2. Jadi apakah dia (J) diadukan atau tidak? Harusnya kalau memang ada indikasi awal, polisi dapat (lakukan) penyelidikan," tutur Sandra.

Hingga saat ini, tim gabungan Komnas HAM dan Komnas Perempuan sudah dua kali meminta keterangan Putri pada 21 dan 23 Agustus. Tim gabungan turut melengkapi keterangan dari saksi lain yang tak disebutkan identitasnya.

"Bisa jadi (pelecehan picu pembunuhan). Tapi bisa berhubungan dan memang itu yang sering dinyatakan. Tapi bagi kami yang penting sekarang mengungkap pula apakah itu terjadi atau tidak karena kami tidak menyimpulkan, kami menemukan indikasi yang perlu didalami," ucap Sandra.

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengungkapkan dugaan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J), terhadap Putri Candrawathi Sambo (PC) adalah perbuatan perkosaan.

Komnas Perempuan, menolak pergeseran, maupun penghalusan narasi di publik yang disampaikan banyak media pemberitaan, dugaan perkosaan tersebut, berubah bentuk menjadi dugaan perbuataan pelecehan seksual. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menegaskan, pelecehan seksual, dan kekerasan seksual, adalah dua perbuatan yang berbeda dalam banyak hal.

Meskipun sama-sama perbuatan amoral, dan asusila. Namun, dikatakan dia, berbeda dalam pengertian, istilah, perbuatan, sampai pada konsekuensi hukum,  maupun dampak kelanjutan.

Dalam kasus Brigadir J, kata Siti, dugaan perbuatan yang dialami PC tersebut, adalah kekerasan seksual, dalam bentuk perkosaan. “Dari proses kami komunikasi, dan mencoba menggali keterangan, dan memeriksa, dugaannya adalah perkosaan. Dan itu, adalah kekerasan seksual. Bukan pelecehan seksual,” begitu kata Siti kepada Republika.co.id, Jumat (2/9).

Siti mengungkapkan, kesimpulan atas dugaan perkosaan tersebut, didapatkan dari hasil kerja kolektif antara tim investigasi Komnas Perempuan dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).  

Komnas Perempuan, mendapatkan pengakuan dari PC, saat melakukan permintaan keterangan. “Dua kali kita berkomunikasi, dan berusaha untuk mendapatkan keterangan dari Ibu PC,” ujar Siti.

Permintaan keterangan tersebut, dilakukan pada Ahad (21/8), dan Selasa (23/8). Siti mengatakan, Komnas Perempuan juga meminta keterangan dari dua asisten rumah tangga (ART), yang mengetahui dugaan perkosaan itu, yakni inisial S, dan KM (Kuwat Maruf).

Dari permintaan keterangan tersebut, kata Siti, Komnas Perempuan juga melakukan komparasi hasil pemeriksaan para ajudan Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, yang dilakukan oleh tim investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). “Dari pemeriksaan, dan permintaan keterangan tersebut, didapatkan fakta kronologis, bahwa terjadi dugaan kekerasan seksual, berupa perkosaan, yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Ibu PC,” kata Siti.

Siti menerangkan, dugaan perkosaan yang dialami PC tersebut, terjadi pada Kamis (7/7) di Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Kronologis, dugaan perkosaan tersebut, adalah puncak peristiwa dari dugaan aksi-aksi sebelumnya.

Seperti, kata Siti, adanya temuan atas dugaan Brigadir J, yang berupaya untuk membawa PC, saat tiduran di sofa, ke kamar tidur. “Dalam dugaan peristiwa ini, kita mendapat keterangan, bahwa itu, Ibunya (PC) menolak,” begitu kata Siti.

Dugaan peristiwa lainnya, juga adanya peristiwa yang dipergoki oleh KM, dan Bharada Richard Eliezer di depan kamar mandi. “Sekali lagi saya sampaikan, dugaan perbuatan kekerasan seksual berupa perkosaan ini, diduga dilakukan Brigadir J, kepada Ibu PC. Kami sampaikan dugaan itu, terjadi di Magelang, pada tanggal 7 Juli 2022,” sambung Siti.

Siti mengakui, kesimpulan terkait dugaan perkosaan Brigadir J, kepada PC, berdasarkan dari keterangan sepihak PC, dan dua pembantunya, S, dan KM, serta para ajudan Irjen Sambo, yang bisa dinilai bias. Siti mengatakan, Komnas Perempuan, tak memiliki keterangan, ataupun pembanding, bahkan bantahan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement