Senin 29 Aug 2022 00:01 WIB

Kemendikbudristek Dinilai 'Main Petak Umpet', Desakan Penundaan RUU Sisdiknas Disuarakan

RUU Sisdiknas dikhawatirkan jadi legitimasi komersialisasi pendidikan di Indonesia.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Kepala BSKAP Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam webinar terkait RUU Sisdiknas, Kamis (21/4/2022).
Foto: Tangkapan layar
Kepala BSKAP Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dalam webinar terkait RUU Sisdiknas, Kamis (21/4/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji, meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU) Sisdiknas untuk ditunda. Dengan pendekatan seperti omnibus law, RUU tersebut dinilai belum mencakup keseluruhan UU yang berhubungan dengan pendidikan.

"Kalau bicara omnibus ada 23 UU lain yang sebetulnya berhubungan dengan pendidikan, tapi entah mengapa tiga ini saja yang diambil," jelas Indra dalam konferensi pers daring, Sabtu (27/8/2022).

Baca Juga

RUU Sisdiknas hanya akan menyatukan tiga UU, yakni UU Sisdiknas Tahun 2003, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi. Melihat itu, Indra menilai, penting agar pembahasan mengenai RUU Sisdiknas ditunda terlebih dahulu. Menurut dia, UU tersebut merupakan UU yang sangat penting yang akan menyangkut masa depan pendidikan bangsa ini ke depan.

"Biarkan kita semua kalau perlu secara organik menyusun Panja Nasional untuk membahas peta jalan pendidikan Indonesia dulu. Ini bukan kita bicara seminggu dua minggu, ini bisa bulanan bahkan tahun, karena kita bahas dari Sabang sampai Merauke. Tidak bisa ini dibicarakan di Jakarta (saja) apalagi secara online," jelas dia.

Dia juga mengatakan, dalam menyusun RUU Sisdiknas yang baru, para aktivis pendidikan melihat tidak bisa RUU itu dibuat secara terburu-buru dan tanpa kajian mendalam. Para aktivis pendidikan, kata dia, selalu mendorong agar dibuatnya terlebih dahuku sebuah peta jalan pendidikan sebelum merevisi UU Sisdiknas.

"Ngapain kita bicara aturannya, kalau kita sendiri belum tahu apa yang mau kita buat, dan itu sebetulnya terjadi selama ini. Kenapa setiap ganti menteri, sampai menteri sekarang pun mesti ganti kurikulum. Itu hanya menghabiskan uang rakyat, anggaran rakyat, tetapi untuk mendekatkan ke bangsa yang cerdas saja belum," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement