REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengaku bakal mendorong reformasi di tubuh kepolisian. Hal tersebut berkaca pada kasus yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Joshua.
Komisioner Kompolnas Wahyurudhanto mengaku, telah ditugas Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menkumham) Mahfud MD untuk membuat analisis terkait kasus pembunuhan tersebut. Kompolnas meminta, agar kasus segera diselesaikan dan dilakukan penataan internal.
"Karena reformasi di polri yang punya tiga aspek instrumental, struktral dan kultural dan yang pada aspek kulutral itu nggak jalan," kata Wahyurudhanto di Jakarta, Kamis (25/8).
Dia mengakui, bahwa aspek kulutral di tubuh kepolisian memang terasa kental. Wahyurudhanto yang merupakan pengajar di PTIK ini mengungkapkan bahwa sembilan dari 35 orang yang ditahan terkait kasus Ferdy Sambo ini meruapkan sosok yang berkompetensi secara akademik.
"Tapi begitu masuk ke lingkungan, tadi ke kerajaan Sambo, yang dimaksud pak Mahfud bukan dalam arti uang tapi dinasti di Propam itu kuat sekali karena mereka polisi, jaksa dan hakim sekaligus," katanya.
Dia menilai, saat ini, reformasi kepolisian terlebih dari aspek kultural ini masih belum berjalan. Dia mengatakan, hal tersebut jelas terlihat ketika seorang perwira berpangkat kombes, AKBP hingga kompol ini diperintah Ferdy Sambo untuk melakukan hal yang keliru.
"Harusnya ketika diperintah yang salah, dia tidak melakukan. Ini kan levelnya perwira semua," katanya.
Hal tersebut semakin jelas ketika berkaitan dengan olah TKP pembunuhan Brigadir Joshua. Dia menjelaskan, anggota kepolisian baru melakukan olah TKP secara profesional ketika disinggung obstruction of justice oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.
"Ini (olah TKP) level sederhana yang bintara saja sudah tahu, masa ini perwira sampai nggak terlaksana," katanya.
Seperti diketahui, Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua. Kasus tersebut juga menyeret tersangka lain, yakni Bharada Ricahrad Eliezer (RE), dan Bripka Ricky Rizal (RR), serta Kuwat Maruf (KM), dan belakangan Putri Candrawathi Sambo (PC)
Bharada RE, atas perintah Irjen Sambo, turut diminta melakukan penembakan terhadap Brigadir J, menggunakan senjata milik Bripka RR. Peran KM, dan PC, disebut turut serta melakukan perencanaan, dan mengetahui aksi perencanaan, dan pembunuhan tersebut. Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 340, Pasal 338, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana, dengan ancaman hukuman mati.